SEJARAH TV DAN RADIO (PENGANTAR)
A. Pengertian dan Sejarah Televisi
1. Pengertian
Televisi (TV) berasal dari kata tale (jauh) dan vision (tampak) jadi televisi adalah suatu alat komunikasi yang tampak atau dapat dilihat dari jarak jauh. TV juga bisa dikatakan sebagai perangkat elektronik yang dapat disaksikan atau dinikmati. TV juga merupakan media massa, yaitu media elektronik yang terdapat berita (news), entertain (fasion dan lifestyle). Ada juga devinisi lain tentang TV, yaitu sebagai alat yang dapat menampilkan gambar pada layarnya yang berasal dari gelombang frekuensi tinggi tanpa perantara fisik.
2. Sejarah Munculnya Televisi
Penemuan gelombang radio oleh James Maxwell dan Heinrich Hertz merupakan a
wal perkembangan dunia penyiaran di dunia. Pada awal abad 19, hasil temuan Maxwell dan Hertz itu dikembangkan oleh Guglielmo Marconi yang bisa mengirimkan pesan melalui gelombang radio (elektromagnetik) ke tempat yang jauh dalam waktu seketika dengan bantuan William C. Morse yang menciptakan kode-kode bunyi yang disebut continues wave (Keith, 2000: 13). Setelah itu banyak para ahli yang menemukan dan mengembangkan pemanfaatan gelombang radio seperti Volta, Oested, Ampere, Ohm, Faraday, Bell dan Henry. Berkat jasa dan pikiran orang-orang tersebut dunia penyiaran sekarang, khususnya radio, berkembang dengan cukup pesat (Baird, 1991: 1).
Para penemu itu tentu saja sadar akan penemuannya yang lalu mematenkan dan mengkomersilkan hasil temuannya. Tercatat Marconi menjadi seorang konglomerat dengan kepemilikan perusahaan yang bergerak dalam bisnis telekomunikasi seperti American Marconi dan British Marconi. Alexander Graham Bell dan keturunannya kini menikmati hasil dari perusahaan Bell Pasific dan Bell Atlantic, dua perusahaan yang melayani mayoritas sambungan telekomunikasi di Amerika Serikat hingga kini. Persaingan usaha dari beberapa perusahaan yang bergerak dalam bidang elektronika dan telekomunikasi untuk menguasai hasil penemuan terhebat di abad 20 ini makin meruncing dan cenderung tidak sehat. Akibat saling berebutnya pengusaha untuk menguasai penemuan ini, hingga pada tahun 1930 pemerintah Amerika Serikat harus mengeluarkan Radio Act yaitu akta pembagian kerja bagi tiap perusahaan agar tidak terjadi monopoli usaha dari hilir hingga ke hulu (Dominick, et.al, 2001: 7-15).
Jika di AS orang menemukan sesuatu inovasi lalu menjadi kaya raya, maka mereka selalu berusaha saling berlomba untuk menemukan dan menciptakan sesuatu. Dunia penyiaran termasuk industri radio makin berkembang karena orientasi untuk mendapatkan keuntungan. Lain halnya dengan di Indonesia, perkembangan dunia radio dimulai dengan hobi beberapa pemuda Indonesia dalam dunia elektronika sehingga mereka membuat pemancar radio. Pemancar-pemancar radio ini tersebar di beberapa kota, dan dijadikan forum komunikasi pemuda khususnya dalam mempersiapkan kemerdekaan Indonesia. Bahkan ketika Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945 dikumandangkan dari Jl. Pegangsaan Timur (sekarang Jl. Proklamasi) No. 56, Jakarta, rumah kediaman Bung Karno. (Note:Rumah ini kemudian dibongkar, dan di tempat ini kemudian didirikan Gedung Pola atau Pola Pembangunan Indonesia, yang sebetulnya tidak pernah berlangsung semasa pemerintahan Bung Karno --- thank's for information & correction, Bang Mimar), Radio Republik Indonesia (RRI) yang mengumandangkannya dari berbagai kota itu sebenarnya adalah stasiun radio milik pribadi para pemuda itu. Akhirnya karena jiwa patriotisme dan kecintaan pada dunia elektronika, maka dibentuklah Radio Republik Indonesia (RRI) yang kita kenal hingga kini. Radio swasta pun juga dimulai dari para pemuda yang mempunyai hobi elektronika tapi tak mau bergabung dalam RRI. Stasiun-stasiun radio (stara) ini dikenal sebagai radio amatir, karena dianggap dijalankan oleh orang-orang amatir bukan profesional seperti halnya orang-orang RRI. Hingga sekitar tahun 1967, ketika International Telecommunication Union (ITU) sebuah badan PBB yang mengatur penggunaan gelombang radio meminta pada pemerintah RI untuk menertibkan penggunaan gelombang radio, maka pemerintah membagi penggunaan gelombang (frekuensi) radio untuk keperluan beberapa organisasi atau badan usaha dan navigasi, seperti ORARI (Organisasi Amatir Radio Indonesia) yaitu organisasi bagi orang-orang yang menggunakan gelombang radio untuk memuasakan hobi elektronika, RAPI (Radio Antar Penduduk Indonesia) yaitu organisasi bagi orang-orang yang menggunakan gelombang radio untuk berkomunikasi antar penduduk, PRSSNI (Persatuan Radio Siaran Swasta Nasional Indonesia) yaitu organisasi perusahaan yang menggunakan gelombang radio untuk melakukan siaran radio komersil, dan juga peruntukkan navigasi dan usaha-usaha lain.
Latar belakang patriotisme dan hobi dalam dunia radio inilah yang menyebabkan mengapa banyak sekali stasiun radio swasta yang berpindah tangan baik karena akuisisi ataupun merger. Para pemilik dan pengelola stasiun radio swasta tidak menganggap stasiun radio miliknya itu sebagai suatu badan usaha melainkan hanya sekedar hobi. Maka ketika pada sekitar tahun 1979, saat TVRI dilarang menyiarkan siaran iklan, industri radio bukannya makin berkembang malah banyak pemilik radio yang terpaksa menyerahkan sebagian saham mereka pada orang lain, baik dalam bentuk akuisisi maupun merger, karena mereka tidak profesional dalam mengelola stasiun radionya.
Dari uraian di atas dapat dipahami mengapa industri radio di Amerika Serikat amat sangat menomorsatukan keuntungan (profit oriented) dan berkembang dengan pesat, sementara industri radio di Indonesia terlihat jatuh bangun dengan adanya akuisisi atau merger pada banyak station. Banyak orang yang masih menganggap sebelah mata dunia industri radio, apalagi dibandingkan dengan industri televisi dan media cetak.
Fase-fase sejarah munculnya pembuatan televisi di dunia :
- Michael Faraday dan James Clark Maxwell : Mendalami gelombang radio untuk mengirim gambar dan suara
- Heinrich Hertz : Mengirim gelombang elektromagnetik jarak dekat
- Morse : yang mengembangkan sinyal elektromagnetik mampu menempuh jarak jauh, yakni menyebrangi lautan, sekaligus beliau yang mempatenkan teknologi nirkabel.
- 1926 : John L Baird, yang melakukan eksperimen mengenai pemancar TV pertama
- 1928 : F.F Alexanderson , melakukan percobaan dan demo pemancar televisi berukuran 3 inchi
- 1928 : TV pertama kali muncul di Jerman, sekaligus TV pertamakali muncul di dunia
- 1935 : TV pertama kali muncul di Perancis
- 1936 : TV di inggris
- 1939 : TV di AS
- 1939 : Pesawat TV elektromagnetik pertama dengan 441 garis
- 1941 : AS mengambil alih teknologi TV dengan komisi perhubungan AS yang mengeluarkan standarisasi TV dengan 525 garis.
- 1951 : UHF channel dan TV berwarna muncul
Sedangkan di Indonesia sendiri, TV pertamakali muncul pada tanggal 17 Agustus 1962, pada saat HUT RI ke-17, sebagai kado ulang tahun RI, TVRI muncul pertama kali dengan siaran langsung upacara bendera, siaran pertama ini adalah siaran uji coba. TVRI resmi mengudara pada tanggal 24 Agustus 1962 yang bertepatan dengan Sea Games ke-4 di Gelora Bung Karno
B. RADIO DAN KEDATANGAN TELEVISI
Pada waktu radio pertama kali mengudara, yaitu di tahun 1920-an, belum banyak orang yang mempunyai pesawat penerima siaran radio. Mendengarkan radio merupakan suatu kegiatan komunitas, dimana orang mendengarkan radio bersama para tetangga, teman dan sanak keluarga, di rumah seseorang yang beruntung telah mempunyai pesawat radio. Mereka akan berkumpul bersama mengelilingi radio untuk mendengarkan program-program yang disiarkan. Saat itu radio layaknya bagai televisi saat ini, dimana orang mendengarkannya sambil memandangi pesawat, tanpa melakukan kegiatan lain. Hingga tahun 1950-an, radio merupakan salah satu sumber informasi utama yang memberi dampak lebih besar dibandingkan dengan koran. Kekalahan Hitler di Eropa juga merupakan dampak dari siaran propaganda radio sekutu yang dipelopori AS (Warren, 1992: 21).
Sebagai media utama, radio hanya menyiarkan koleksi program-program berdurasi pendek seperti program-program berdurasi 5, 10, 15 menit dan features mingguan berdurasi 30 atau 60 menit. Program komedi dan drama sangat disukai oleh pendengar. Saat itu bioskop juga merupakan media informasi utama berbentuk audio-visual. Tetapi karena bioskop membutuhkan kehadiran orang ke gedung bioskop, sejumlah uang dan waktu khusus untuk menikmatinya, radio menjadi lebih populer (Warren, 1992: 22).
Pada saat teknologi televisi muncul, yaitu pada akhir 1940-an dan meledak pada tahun 1950-an, sedangkan di Indonesia pada tahun 1962, kedudukan radio mulai sedikit demi sedikit digantikan oleh televisi. Oleh sebab itu para pemrogram (programmer) radio mulai memikirkan bentuk lain dari program acara di radio yaitu yang lebih personal dan mempunyai target khalayak yang lebih tersegmentasi (segmented). Sebab apa yang diberikan oleh radio sebelum televisi muncul, juga diberikan oleh televisi yang tentunya plus gambar visual. Maka para programmer radio menciptakan sistem format dengan penekanan pada siaran musik, yang dimulai dari munculnya inovasi musik Rock”n” Roll yang berakar pada musik “kaum hitam” di AS yaitu Rhythm & Blues (R&B). Pada tahun 1955, kelompok “Bill Haley and the Commets” merekam album “Rock Around the Clock” yang menghasilkan penjualan yang spektakuler, karena diputar di seluruh station di AS. Kelompok ini diikuti pula dengan kesuksesan artis musik lainnya seperti The Beattles dan Elvis Presley. Sejak itu, para broadcasters mulai terbuka matanya, dan menyadari bahwa sesuatu yang unik telah tiba, yaitu pemutaran lagu-lagu top hits akan meningkatkan jumlah pendengar. Akhirnya mulai muncul radio-radio yang menyiarkan lagu-lagu dengan penekanan pada 40 lagu-lagu yang paling laris di pasaran. Format Top 40 inilah yang merupakan cikal bakal munculnya format-format radio lainnya, yang akhirnya saling bertempur untuk memperebutkan khalayak dan pemasukan iklan (Straubhaar & LaRose, 2002: 147-160).
Kehadiran televisi dengan aneka program komedi, drama, berita dan sebagainya, membuat radio yang tadinya menekankan pada “program” apa yang akan mereka sajikan pada masyarakat, mengubah orientasi mereka pada “format” apa yang akan mereka siarkan. Radio berubah menjadi media yang menyiarkan rangkaian musik khusus untuk pendengar yang khusus sepanjang waktu dan menyelipkan aneka program tambahan seperti yang disajikan oleh TV. Sejalan dengan berubahnya radio menjadi media “format”, kebiasaan mendengar masyarakat juga berubah. Saat ini, orang dapat tetap menyalakan radio sepanjang hari, tanpa harus meninggalkan pekerjaan pokok mereka. Radio berubah menjadi “teman” bukan “hiburan”. Radio berubah fungsi dari media utama menjadi media kedua.
Pada pertengahan tahun 1950-an setelah transistor ditemukan dan mulai dipopulerkan pada tahun 1960an, pesawat radio menjadi lebih murah harganya dan dapat dijangkau oleh lebih banyak orang. Radiopun mulai berbentuk lebih kecil dan ringan sehingga dapat dibawa keman-mana, juga dapat dipasang di mobil, sehingga orang tidak lagi harus mendengarkan radio di rumah. Hal ini menimbulkan kompetisi antar format radio di AS, yang dimulai pada tahun 1960-an.
Di Indonesia seperti halnya di AS, munculnya televisi pada awal khususnya televisi swasta di awal 1990an mulai meningkatkan kesadaran akan pentingnya format radio dan pemilihan segmen pendengar, sebab munculnya TV swasta memberi dampak sangat besar dengan menurunnya perolehan iklan mereka. Apalagi setelah stasiun radio dengan teknologi FM yang mulai populer di pertengahan 1980an dengan kesuksesan perolehan iklan oleh ketiga radio FM pertama yaitu Suara Irama Indah, Ramako dan Bahana, membuat station lain saling berlomba untuk pindah ke gelombang FM. Gelombang FM memberikan kualitas musik yang lebih jernih dan alami karena dilengkapi dengan fasilitas stereo, sehingga lebih unggul dibanding gelombang AM. Para pengelola radio station mulai berlomba-lomba memindahkan siaran mereka ke gelombang FM. Akhirnya gelombang AM mulai ditinggalkan pendengarnya.
Sejalan dengan kompetisi yang makin keras di gelombang FM, beberapa radio yang sudah lebih lama menerapkan sistem radio “format”, mulai melirik format yang lain dan khas, selain format musik yang diadaptasi dari AS. Pada tahun 1990, Ramako mulai mencoba positioning sebagai radio “news” yang memberikan informasi hard news dalam bentuk talk show yaitu “Magic Breakfast” dan sisipan berita aktual disela siaran musiknya. Radio TMI yang sebelumnya merupakan radio milik Taman Mini Indonesia Indah, sukses dengan positioning “Terminal Musik Indonesia”. Radio CBB dengan positioning “Bandar Dangdut Jakarta”. Namun kesuksesan satu pioneer menimbulkan banyak followers, bahkan banyak followers dengan keunggulan manajemennya akhirnya bahkan lebih unggul dari sang pioneer.
Picard mengatakan bahwa kompetisi media itu terdiri dari dua jenis yaitu kompetisi intermedia (intermedia competition) yaitu kompetisi antara dua atau lebih jenis media yang berbeda dan kompetisi intramedia (intra media competition) yaitu kompetisi antara media sejenis (Picard, 2002: 150-152). Pada saat industri televisi muncul di Indonesia, radio tidak saja mengalami kompetisi intermedia dengan televisi dan media cetak tetapi juga intra media dengan radio-radio lain. Hal ini diakibatkan dengan menciutnya jatah “kue iklan” atau belanja iklan yang semula hanya diperebutkan oleh radio dan media cetak, yang bahkan jatah untuk televisi lebih besar dari pada jatah untuk radio dan media cetak.
C. UPAYA RADIO DALAM MENGHADAPI TELEVISI
Hingga tahun 1979, saat TVRI dilarang memutar siaran iklan, kue iklan masih diperebutkan oleh ketiga media massa tersebut di atas. Setelah TVRI dilarang menyiarkan iklan, radio berjaya dalam perolehan iklan, karena praktis perebutan kue iklan hanya dengan media cetak, walaupun dalam hal media informasi radio “diberangus” oleh pemerintah dengan pelarangan pembuatan berita sendiri dan kewajiban relay RRI 13 kali sehari untuk radio yang mengudara sejak pukul 5 pagi hingga pukul 24 dini hari, dan setelah itu hingga pukul 5 pagi tiap jam harus merelay RRI.
Namun pada tahun 1989, pemerintah memberikan izin siaran televisi swasta RCTI, mulai merupakan ancaman bagi radio. Apalagi setahun kemudian, televisi swasta yang tadinya hanya berupa televisi berlangganan, pada akhirnya diperbolehkan melakukan siaran untuk umum. Berdirinya 4 stasiun TV swasta lainnya setelah RCTI, makin membuat radio menjadi makin terpuruk, karena jatah kue iklan lebih banyak jatuh ke televisi, media cetak dan terakhir radio.
Beberapa radio di Jakarta mulai mengambil langkah. Radio Ramako Group yang mempunyai 5 buah stasiun radio, tiga stasiun berada dalam wilayah pasar JABODETABEK, yaitu Ramako FM, Mustang FM, dan KIS FM, serta dua stasiun berada di wilayah pasar Pulau Batam dan sekitarnya termasuk Singapura, mengambil upaya dengan memperkenalkan sistem One Stop Shopping untuk stara mereka di wilayah JABODETABEK. Sistem ini merupakan sistem penjualan iklan per paket yaitu dengan satu harga iklan pemasang iklan dapat berpromosi di tiga radio. Hasilnya cukup signifikan dalam mendongkrak billing iklan khususnya untuk produk-produk berskala nasional yang ditujukan untuk konsumen yang lebih umum berusia 15 tahun ke atas. Namun untuk produk-produk yang ditujukan untuk konsumen yang khusus (segmented) sistem ini kurang berhasil. Untuk itu Radio Ramako Group juga memberlakukan harga khusus yang jauh lebih murah untuk klien-klien lama mereka dan pemasang iklan yang memasang untuk minimal pemasangan 300 spot per bulan. Mereka juga memberikan diskon-diskon khusus untuk pemasang iklan yang memesan space iklan untuk beberapa bulan ke depan atau yang pembayarannya lancar. Sebab saat itu para pemasang iklan bukan hanya tidak banyak memberi jatah iklan pada industri radio, tetapi mereka juga menunda-nunda pembayaran iklan yang telah terpasang.
Radio Ramako Group tidak begitu membuat upaya bagi radio mereka yang berada di Pulau Batam, karena dampak munculnya TV swasta tidak begitu terasa di Batam. Radio mereka di Batam terbiasa mengambil iklan produk-produk lokal dari Pulau Batam dan sekitarnya, termasuk Singapura, dan juga produk internasional yang pasarnya di Singapura. Rupanya dampak TV swasta memang terbanyak dialami oleh stara di JABODETABEK, sebab stara daerah terbiasa mendapatkan iklan dari produk-produk lokal seperti dari binatu, wartel, toko roti, tempat kursus, dan sebagainya, sehingga ketika TV swasta hadir dan menyedot sebagian besar iklan berskala nasional, dampaknya pada stasiun radio lokal hampir tidak terasa.
Beberapa radio di JABODETABEK yang tidak siap secara manajemen dalam menghadapi merosotnya “kue iklan” ke radio, mulai jatuh satu persatu, yang akhirnya terpaksa merger atau diakuisisi oleh beberapa stara yang besar dan memang sudah menjadi pemimpin dalam meraih pasar, seperti Radio Prambors yang mengakuisisi Radio PTDI (Perguruan Tarbiyah Dakwah Islamiyah) lalu menjadikannya sebagai radio Delta FM, Radio Monalisa lalu menjadikannya radio M97, Radio Suara Perkasa lalu menjadikannya SP FM, Radio Mercy FM lalu dijadikan Female FM, dan ironisnya Radio Bahana FM yang merupakan salah satu dari tiga radio FM pertama di Indonesia, akhirnya harus bersedia merger dengan Prambors, meski hingga kini nama stara tersebut tetap Bahana FM. Prambors FM berhasil mengakuisisi dan merger dengan beberapa radio di JABODETABEK dan beberapa kota lainnya di Jawa, Sumatra, dan Sulawesi, kemudian mereka membentuk sebuah grup perusahaan bernama MASIMA GROUP. Sistem pencarian iklanpun mengikuti gaya Radio Ramako Group yaitu dengan sistem paket yang tentunya jika ditotal akan lebih murah dibandingkan Radio Ramako Group yang hanya menawarkan tiga stara di JABODETABEK. Jangkauan siaran pun lebih luas karena Masima Group mencakup beberapa kota di tiga pulau besar di Indonesia.
Mengikuti keberhasilan Masima Group, beberapa pengusaha dengan latar belakang bukan dari dunia radio, mulai masuk ke industri radio dan mulai mencari stara-stara yang berada diambang kehancuran akibat hadirnya televisi. Saat ini tercatat beberapa group radio terbesar di Indonesia selain Masima Group dan Radio Ramako Group yaitu MRA Group yang terdiri dari rangkaian stara bernama I-Radio, Hardrock FM, Trax FM, dan Cosmopolitan FM yang juga ada di beberapa kota di Jawa, Sumatra, dan Sulawesi plus satu stasiun televisi O Channel; MNC Group yang terdiri dari Trijaya FM, ARH Global, TPI Dangdut FM, Prapanca FM Medan, dan beberapa radio di beberapa kota di Jawa dan Sumatra, serta stasiun televisi RCTI, TPI, dan Global TV; Etnikom yang terdiri dari beberapa radio Etnik di Jawa dan Sumatra; Smart FM Group yang terdiri dari beberapa stara di Jawa, Sulawesi dan Kalimantan; serta POLARIS GROUP yang terdiri dari beberapa stara di Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan DKI Jakarta.
Setelah munculnya grup-grup perusahaan dalam industri radio untuk mendapatkan pemasukan iklan, maka para pemasang iklan akhirnya mulai melirik kembali pada industri radio untuk mempromosikan produk mereka. Pasalnya jangkauan siaran radio dianggap cukup luas dengan pendengar yang cukup signifikan untuk berpromosi, dengan harga yang relatif murah dibandingkan dengan iklan televisi. Apalagi karena sifat radio yang personal dan segmented, membuat pendengarnya cukup loyal untuk mengikuti apa yang dikatakan oleh para penyiar radio pujaan mereka, sehingga banyak para pengusaha yang mempercayakan produknya untuk diiklankan dengan sentuhan personal oleh para penyiar radio. Misalnya perusahaan telepon seluler IM3 mempercayakan produknya dipromosikan setiap hari oleh Radio Mustang FM dalam acara SPADA (Sepanjang Pagi Bercanda) dengan topik SPADAMU NEGERI BERSAMA IM3 dengan penyiarnya yang cukup kondang yaitu Rico Ceper dan Bedu “Ngelenong Yuk”, radio Mustang FM juga menggunakan nomor IM3 sebagai nomor pesan singkat yang dapat menerima pesan singkat dari pendengar Mustang FM sehingga pendengar Mustang FM pun berlomba untuk menggunakan IM3.
Upaya stasiun radio lainnya selain membuat grup dengan jaringan (network) beberapa stara di beberapa kota yang melibatkan perpindahan saham kepemilikan, juga bisa mengikuti program sindikasi (syndicated program), yaitu beberapa stara bergabung membuat satu program yang dapat dikonsumsi oleh semua stara di seluruh Indonesia yang menjadi anggota sindikasi. Pembuatan jaringan dan sindikasi yang luas di beberapa kota akan lebih mudah menarik pengiklan berskala nasional dibandingkan dengan stara yang tunggal tanpa jaringan.
Sementara itu stara dengan kepemilikan tunggal atau stara dari daerah khususnya bagi stara yang tidak mempunyai afiliasi atau jaringan, untuk mendapatkan iklan yang lebih banyak adalah dengan menggunakan jasa suatu perusahaan marketing, yaitu sebuah perusahaan yang mengkhususkan mencari iklan untuk radio-radio yang merasa tidak mempunyai sales force yang kuat untuk meraih iklan, khususnya iklan berskala nasional. Tentunya dengan konsekuensi mereka tidak bisa mengharapkan pendapatan yang optimal akan iklan tersebut karena harus memberikan handling fee atau marketing fee pada perusahaan tersebut.
Masima Group merupakan konglomerasi radio yang paling dulu membidik peluang ini, mereka mendirikan perusahaan Radio Net yang pada mulanya didirikan untuk mencari iklan bagi stara yang tergabung dalam jaringannya. Namun kemudian beberapa radio dengan kepemilikan tunggal, khususnya radio dari daerah mulai minta dicarikan iklan juga, sehingga akhirnya Radio Net melayani tidak kurang dari seratus stara. Upaya ini juga diikuti oleh beberapa mantan praktisi radio yang membuka perusahaan jasa serupa.
Namun tentu saja selain harus memberikan handling fee pada Radio Net, jika budget iklan dari suatu produk yang akan beriklan itu terbatas, maka yang akan didahulukan mendapat iklan adalah radio-radio milik kelompok perusahaan Masima Group. Walau bagaimanapun, pemakaian jasa marketing ini dapat memangkas biaya marketing.
• Iklan memiliki berbagai macam jenis, berdasarkan sifatnya iklan dibedakan atas iklan niaga dan nonniaga. Iklan niaga dibuat untuk mempengaruhi khalayak/masyarakat supaya tertarik untuk memiliki, membeli, dan mengunakan produk yang diiklankan. Iklan nonniaga/layanan masyarakat dibuat untuk menarik perhatian masyarakat sehingga masyarakat mempunyai rasa simpati atau memberikan dukungan terhadap hal yang diiklankan.
• Berdasarkan tujuan, iklan dibedakan atas iklan penawaran/permintaan dan iklan pengumuman. Sedangkan berdasarkan ruang (space), iklan dibedakan iklan baris dan displai. Iklan baris adalah iklan yang menggunakan bahasa singkat dan padat. Iklan baris biasanya disusun berdasarkan golongan yang sama. Misalnya: iklan penjualan rumah masuk dalam kolom properti atau rumah dijual.
• Iklan lowongan pekerjaan dan mencari pekerjaan masuk golongan karier, misalnya: pada setiap surat kabar penggolongan iklan diberi nama yang berbeda-beda. Iklan baris memiliki beberapa komponen, yaitu: komponen aktivitas, produk yang diiklankan, spesifikasi produk, dan identitas pengiklan.
Dilihat dari tujuannya, ada beberapa jenis iklan, yakni : comercial advertising, corporate advertising, dan public service advertising. Comercial Advertising. Iklan komersial adalah iklan yang bertujuan untuk mendukung kampanye pemasaran suatu produk atau jasa. Iklan komersial ini sendiri terbagi menjadi beberapa macam. Iklan strategis,taktis,corporate advertising, public servis advertising.
Sumber: