Penemuan gelombang radio oleh James Maxwell dan Heinrich Hertz merupakan awal perkembangan dunia penyiaran di dunia. Pada awal abad 19, hasil temuan Maxwell dan Hertz itu dikembangkan oleh Guglielmo Marconi yang bisa mengirimkan pesan melalui gelombang radio (elektromagnetik) ke tempat yang jauh dalam waktu seketika dengan bantuan William C. Morse yang menciptakan kode-kode bunyi yang disebut continues wave (Keith, 2000: 13). Setelah itu banyak para ahli yang menemukan dan mengembangkan pemanfaatan gelombang radio seperti Volta, Oested, Ampere, Ohm, Faraday,
Jika di AS orang menemukan sesuatu inovasi lalu menjadi kaya raya, maka mereka selalu berusaha saling berlomba untuk menemukan dan menciptakan sesuatu. Dunia penyiaran termasuk industri radio makin berkembang karena orientasi untuk mendapatkan keuntungan. Lain halnya dengan di
Latar belakang patriotisme dan hobi dalam dunia radio inilah yang menyebabkan mengapa banyak sekali stasiun radio swasta yang berpindah tangan baik karena akuisisi ataupun merger.
Dari uraian di atas dapat dipahami mengapa industri radio di Amerika Serikat amat sangat menomorsatukan keuntungan (profit oriented) dan berkembang dengan pesat, sementara industri radio di
Di Indonesia seperti halnya di AS, munculnya televisi pada awal khususnya televisi swasta di awal 1990an mulai meningkatkan kesadaran akan pentingnya format radio dan pemilihan segmen pendengar, sebab munculnya TV swasta memberi dampak sangat besar dengan menurunnya perolehan iklan mereka. Apalagi setelah stasiun radio dengan teknologi FM yang mulai populer di pertengahan 1980an dengan kesuksesan perolehan iklan oleh ketiga radio FM pertama yaitu Suara Irama Indah, Ramako dan Bahana, membuat station lain saling berlomba untuk pindah ke gelombang FM. Gelombang FM memberikan kualitas musik yang lebih jernih dan alami karena dilengkapi dengan fasilitas stereo, sehingga lebih unggul dibanding gelombang AM.
Sejalan dengan kompetisi yang makin keras di gelombang FM, beberapa radio yang sudah lebih lama menerapkan sistem radio “format”, mulai melirik format yang lain dan khas, selain format musik yang diadaptasi dari AS. Pada tahun 1990, Ramako mulai mencoba positioning sebagai radio “news” yang memberikan informasi hard news dalam bentuk talk show yaitu “Magic Breakfast” dan sisipan berita aktual disela siaran musiknya. Radio TMI yang sebelumnya merupakan radio milik Taman Mini Indonesia Indah, sukses dengan positioning “Terminal Musik
Picard mengatakan bahwa kompetisi media itu terdiri dari dua jenis yaitu kompetisi intermedia (intermedia competition) yaitu kompetisi antara dua atau lebih jenis media yang berbeda dan kompetisi intramedia (intra media competition) yaitu kompetisi antara media sejenis (Picard, 2002: 150-152). Pada saat industri televisi muncul di Indonesia, radio tidak saja mengalami kompetisi intermedia dengan televisi dan media cetak tetapi juga intra media dengan radio-radio lain. Hal ini diakibatkan dengan menciutnya jatah “kue iklan” atau belanja iklan yang semula hanya diperebutkan oleh radio dan media cetak, yang bahkan jatah untuk televisi lebih besar dari pada jatah untuk radio dan media cetak.
C. UPAYA RADIO DALAM MENGHADAPI TELEVISI
Hingga tahun 1979, saat TVRI dilarang memutar siaran iklan, kue iklan masih diperebutkan oleh ketiga media massa tersebut di atas. Setelah TVRI dilarang menyiarkan iklan, radio berjaya dalam perolehan iklan, karena praktis perebutan kue iklan hanya dengan media cetak, walaupun dalam hal media informasi radio “diberangus” oleh pemerintah dengan pelarangan pembuatan berita sendiri dan kewajiban relay RRI 13 kali sehari untuk radio yang mengudara sejak pukul 5 pagi hingga pukul 24 dini hari, dan setelah itu hingga pukul 5 pagi tiap jam harus merelay RRI.
Namun pada tahun 1989, pemerintah memberikan izin siaran televisi swasta RCTI, mulai merupakan ancaman bagi radio. Apalagi setahun kemudian, televisi swasta yang tadinya hanya berupa televisi berlangganan, pada akhirnya diperbolehkan melakukan siaran untuk umum. Berdirinya 4 stasiun TV swasta lainnya setelah RCTI, makin membuat radio menjadi makin terpuruk, karena jatah kue iklan lebih banyak jatuh ke televisi, media cetak dan terakhir radio.
Beberapa radio di Jakarta mulai mengambil langkah. Radio Ramako Group yang mempunyai 5 buah stasiun radio, tiga stasiun berada dalam wilayah pasar JABODETABEK, yaitu Ramako FM, Mustang FM, dan KIS FM, serta dua stasiun berada di wilayah pasar Pulau Batam dan sekitarnya termasuk Singapura, mengambil upaya dengan memperkenalkan sistem One Stop Shopping untuk stara mereka di wilayah JABODETABEK. Sistem ini merupakan sistem penjualan iklan per paket yaitu dengan satu harga iklan pemasang iklan dapat berpromosi di tiga radio. Hasilnya cukup signifikan dalam mendongkrak billing iklan khususnya untuk produk-produk berskala nasional yang ditujukan untuk konsumen yang lebih umum berusia 15 tahun ke atas. Namun untuk produk-produk yang ditujukan untuk konsumen yang khusus (segmented) sistem ini kurang berhasil. Untuk itu Radio Ramako Group juga memberlakukan harga khusus yang jauh lebih murah untuk klien-klien lama mereka dan pemasang iklan yang memasang untuk minimal pemasangan 300 spot per bulan. Mereka juga memberikan diskon-diskon khusus untuk pemasang iklan yang memesan space iklan untuk beberapa bulan ke depan atau yang pembayarannya lancar. Sebab saat itu para pemasang iklan bukan hanya tidak banyak memberi jatah iklan pada industri radio, tetapi mereka juga menunda-nunda pembayaran iklan yang telah terpasang.
Radio Ramako Group tidak begitu membuat upaya bagi radio mereka yang berada di Pulau Batam, karena dampak munculnya TV swasta tidak begitu terasa di Batam. Radio mereka di Batam terbiasa mengambil iklan produk-produk lokal dari Pulau Batam dan sekitarnya, termasuk Singapura, dan juga produk internasional yang pasarnya di Singapura. Rupanya dampak TV swasta memang terbanyak dialami oleh stara di JABODETABEK, sebab stara daerah terbiasa mendapatkan iklan dari produk-produk lokal seperti dari binatu, wartel, toko roti, tempat kursus, dan sebagainya, sehingga ketika TV swasta hadir dan menyedot sebagian besar iklan berskala nasional, dampaknya pada stasiun radio lokal hampir tidak terasa.
Beberapa radio di JABODETABEK yang tidak siap secara manajemen dalam menghadapi merosotnya “kue iklan” ke radio, mulai jatuh satu persatu, yang akhirnya terpaksa merger atau diakuisisi oleh beberapa stara yang besar dan memang sudah menjadi pemimpin dalam meraih pasar, seperti Radio Prambors yang mengakuisisi Radio PTDI (Perguruan Tarbiyah Dakwah Islamiyah) lalu menjadikannya sebagai radio Delta FM, Radio Monalisa lalu menjadikannya radio M97, Radio Suara Perkasa lalu menjadikannya SP FM, Radio Mercy FM lalu dijadikan Female FM, dan ironisnya Radio Bahana FM yang merupakan salah satu dari tiga radio FM pertama di Indonesia, akhirnya harus bersedia merger dengan Prambors, meski hingga kini nama stara tersebut tetap Bahana FM. Prambors FM berhasil mengakuisisi dan merger dengan beberapa radio di JABODETABEK dan beberapa kota lainnya di Jawa, Sumatra, dan Sulawesi, kemudian mereka membentuk sebuah grup perusahaan bernama MASIMA GROUP. Sistem pencarian iklanpun mengikuti gaya Radio Ramako Group yaitu dengan sistem paket yang tentunya jika ditotal akan lebih murah dibandingkan Radio Ramako Group yang hanya menawarkan tiga stara di JABODETABEK. Jangkauan siaran pun lebih luas karena Masima Group mencakup beberapa kota di tiga pulau besar di Indonesia.
Mengikuti keberhasilan Masima Group, beberapa pengusaha dengan latar belakang bukan dari dunia radio, mulai masuk ke industri radio dan mulai mencari stara-stara yang berada diambang kehancuran akibat hadirnya televisi. Saat ini tercatat beberapa group radio terbesar di Indonesia selain Masima Group dan Radio Ramako Group yaitu MRA Group yang terdiri dari rangkaian stara bernama I-Radio, Hardrock FM, Trax FM, dan Cosmopolitan FM yang juga ada di beberapa kota di Jawa, Sumatra, dan Sulawesi plus satu stasiun televisi O Channel; MNC Group yang terdiri dari Trijaya FM, ARH Global, TPI Dangdut FM, Prapanca FM Medan, dan beberapa radio di beberapa kota di Jawa dan Sumatra, serta stasiun televisi RCTI, TPI, dan Global TV; Etnikom yang terdiri dari beberapa radio Etnik di Jawa dan Sumatra; Smart FM Group yang terdiri dari beberapa stara di Jawa, Sulawesi dan Kalimantan; serta POLARIS GROUP yang terdiri dari beberapa stara di Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan DKI Jakarta.
Setelah munculnya grup-grup perusahaan dalam industri radio untuk mendapatkan pemasukan iklan, maka para pemasang iklan akhirnya mulai melirik kembali pada industri radio untuk mempromosikan produk mereka. Pasalnya jangkauan siaran radio dianggap cukup luas dengan pendengar yang cukup signifikan untuk berpromosi, dengan harga yang relatif murah dibandingkan dengan iklan televisi. Apalagi karena sifat radio yang personal dan segmented, membuat pendengarnya cukup loyal untuk mengikuti apa yang dikatakan oleh para penyiar radio pujaan mereka, sehingga banyak para pengusaha yang mempercayakan produknya untuk diiklankan dengan sentuhan personal oleh para penyiar radio. Misalnya perusahaan telepon seluler IM3 mempercayakan produknya dipromosikan setiap hari oleh Radio Mustang FM dalam acara SPADA (Sepanjang Pagi Bercanda) dengan topik SPADAMU NEGERI BERSAMA IM3 dengan penyiarnya yang cukup kondang yaitu Rico Ceper dan Bedu “Ngelenong Yuk”, radio Mustang FM juga menggunakan nomor IM3 sebagai nomor pesan singkat yang dapat menerima pesan singkat dari pendengar Mustang FM sehingga pendengar Mustang FM pun berlomba untuk menggunakan IM3.
Upaya stasiun radio lainnya selain membuat grup dengan jaringan (network) beberapa stara di beberapa kota yang melibatkan perpindahan saham kepemilikan, juga bisa mengikuti program sindikasi (syndicated program), yaitu beberapa stara bergabung membuat satu program yang dapat dikonsumsi oleh semua stara di seluruh Indonesia yang menjadi anggota sindikasi. Pembuatan jaringan dan sindikasi yang luas di beberapa kota akan lebih mudah menarik pengiklan berskala nasional dibandingkan dengan stara yang tunggal tanpa jaringan.
Sementara itu stara dengan kepemilikan tunggal atau stara dari daerah khususnya bagi stara yang tidak mempunyai afiliasi atau jaringan, untuk mendapatkan iklan yang lebih banyak adalah dengan menggunakan jasa suatu perusahaan marketing, yaitu sebuah perusahaan yang mengkhususkan mencari iklan untuk radio-radio yang merasa tidak mempunyai sales force yang kuat untuk meraih iklan, khususnya iklan berskala nasional. Tentunya dengan konsekuensi mereka tidak bisa mengharapkan pendapatan yang optimal akan iklan tersebut karena harus memberikan handling fee atau marketing fee pada perusahaan tersebut.
Masima Group merupakan konglomerasi radio yang paling dulu membidik peluang ini, mereka mendirikan perusahaan Radio Net yang pada mulanya didirikan untuk mencari iklan bagi stara yang tergabung dalam jaringannya. Namun kemudian beberapa radio dengan kepemilikan tunggal, khususnya radio dari daerah mulai minta dicarikan iklan juga, sehingga akhirnya Radio Net melayani tidak kurang dari seratus stara. Upaya ini juga diikuti oleh beberapa mantan praktisi radio yang membuka perusahaan jasa serupa.
Namun tentu saja selain harus memberikan handling fee pada Radio Net, jika budget iklan dari suatu produk yang akan beriklan itu terbatas, maka yang akan didahulukan mendapat iklan adalah radio-radio milik kelompok perusahaan Masima Group. Walau bagaimanapun, pemakaian jasa marketing ini dapat memangkas biaya marketing.
http://jumbomadonna.multiply.com/journal/item/6
• Berdasarkan tujuan, iklan dibedakan atas iklan penawaran/permintaan dan iklan pengumuman. Sedangkan berdasarkan ruang (space), iklan dibedakan iklan baris dan displai. Iklan baris adalah iklan yang menggunakan bahasa singkat dan padat. Iklan baris biasanya disusun berdasarkan golongan yang sama. Misalnya: iklan penjualan rumah masuk dalam kolom properti atau rumah dijual.
• Iklan lowongan pekerjaan dan mencari pekerjaan masuk golongan karier, misalnya: pada setiap
Comercial Advertising. Iklan komersial adalah iklan yang bertujuan untuk mendukung kampanye pemasaran suatu produk atau jasa. Iklan komersial ini sendiri terbagi menjadi beberapa macam. Iklan strategis,taktis,corporate advertising,public servis advertising