Memiliki dua saluran keuangan dalam keluarga adalah tidak salah. Tetapi, upaya mencari karier dan uang sering membuat orangtua lalai akan kewajiban pokok mereka, yaitu mengasuh dan mendidik anak.
Kesibukan mereka mencari kekayaan sering menyita waktu untuk anak. Orangtua sering tidak memiliki waktu lagi untuk bermain bersama anak, mendengarkan curahan hatinya, memberikan perhatian, dan kasih sayang. Pada akhirnya, untuk menutupi ‘kekurangan dan perasaan bersalah’ merekapun berdalih bahwa semua yang mereka lakukan adalah semata-mata demi membahagiakan anak.
Banyak orangtua beranggapan bahwa dengan memberikan banyak materi dalam bentuk uang, mainan, dan pakaian berarti membahagiakan anak. Oleh sebab itu, tak heran jika ada sebagian orangtua yang setiap mingggu atau bahkan setiap kali melihat mainan lalu memutuskan untuk membelinya.
Harga bukan masalah penting bagi orangtua seperti itu. Yang terpenting bagi mereka adalah dengan memberikan setumpuk materi yang disukai anak, maka harapan mereka untuk membahagiakan anak tercapai.
Sejatinya, perlu orangtua fahami bahwa kebahagiaan yang mendasar bagi seorang anak adalah bukan terletak pada tumpukan materi, melainkan terletak pada ‘sikap dan perlakuan’ orangtua terhadapnya. Anak yang dibesarkan dengan cinta yang tulus, curahan kasih sayang, dan perhatian (bukan oleh materi), akan selalu hidup dalam suasana yang penuh kebahagiaan (Prof. Sa’ad Karim, 2006).
Anak yang merasa dirinya dicintai, disayangi dan diperhatikan oleh orangtuanya akan tumbuh menjadi anak yang berprestasi, percaya diri, bertanggung jawab, patuh dan berbakti kepada kedua orangtuanya.
Jadi, kunci untuk membahagiakan anak adalah dengan memberikan sesuatu yang abadi, yaitu cinta, kasih sayang, dan perhatian, bukan sesuatu yang mudah rusak, habis, dan mudah hilang seperti materi (uang atau maianan).
Sumber: