10 Artikel Populer
- Pengertian, Objek, Persamaan dan Perbedaan Konseling dan Psikoterapi
- 100% working Cheat codes for gameloft games
- Awas! Kertas Bekas Pembungkus Gorengan Pemucu Kanker
- Khasiat Sayur Buah Oyong (Kisik/Gendulo; Sumatra)
- “DIMENSI LINGKUNGAN KESEHATAN MENTAL”
- Memutihkan Gigi Tanpa Pasta Gigi
- Download Nimbuzz Pc untuk Chat dan Telpon Gratis
- Buku Sejarah Benteng Marlboro (Bengkulu)
- 10 Tips Membantu Anda Menghilangkan Stres
- Trick Tinkatkan Traffic Blog dengan Social Bookmark
Fenomena Peer Group
PENDAHULUAN
A. KONTEKS PENELITIAN
Dalam kehidupan di masyarakat, terdapat adanya kelompok-kelompok tertentu yang cukup banyak jumlahnya. Dimana kelompok yang satu berbeda dengan kelompok yang lain. Pengalaman berkelompoklah yang membuat makhluk manusia memiliki ciri-ciri yang bersifat manusiawi. Melalui pengalaman berkelompoklah kita menghayati norma-norma kebudayaan kita, serta bersama-sama memiliki nilai-nilai, tujuan, perasaan yang sama diantara masing-masing anggota kelompok.
Kelompok adalah dua atau lebih individu-individu yang saling mempengaruhi antara satu dengan yang lain melalui interaksi. Pembentukan kelompok-kelompok ini banyak terlihat di lingkungan sekolah maupun kampus. Pembentukan kelompok atau yang biasa disebut “Geng”, lebih cenderung didasari oleh adanya berbagai persamaan diantara masing-masing anggotanya.
Fenmena yang sering terlihat akibat dari pembentukan geng-geng terutama di lingkungan sekolah / kampus adalah kurangnya rasa kebersamaan antara geng yang satu dengan yang lain, seolah-olah mereka hidup di dunia yang berbeda. Kurang atau jarangnya berkomunikasi antara kelompok satu dengan yang lain kecuali jika memang ada perlunya. Dan masing-masing lebih mementingkan kepentingan kelompok daripada kepentingan bersama.
Jika dilihat dari kenyataan atau fakta yang ada seperti yang terjadi di sebuah salah satu PTN di Semarang, dalam satu kelas saja ada beberapa geng yang memiliki kepentingan yang berbeda. Dimana antara geng satu dengan yang lain tidak dapat bercampur menjadi satu. Sehingga apabila ada sesuatu masalah yang harus dipecahkan bersama oleh satu kelas, tidak pernah timbul rasa puas dari masing-masing kelompok. Karena tidak adanya unsur kebersamaan dan kekompakan dalam menyelesaikan suatu masalah.
Misalnya saja dalam menyelesaikan maslah mengenai lokasi penentuan pelaksanaan KKL. Dalam rapat telah ditetapkan secara voting bahwa lokasi KKL di daerah “B”. Tetapi karena masing-masing peserta lebih mengutamakan kepentingan kelompok, maka ada beberapa mahasisiwa yang tidak ikut KKL. Dan rata-rata dengan alasan kurang setuju kalau KKL dilaksanakan di daerah tersebut.
Dalam menyelesaikan tugas yang diberikan oleh dosen. Dosen menyuruh untuk membentuk kelompok secara bebas dalam mengerjakan tugas tersebut. Dan dapat dipastikan bahwa kelompok yang terbentuk untuk mengerjakan tugas itu, berisikan anggota-anggota dari geng-nya sendiri. Jika dosen yang menentukan kelompoknya (baik itu secara acak maupun berdasarkan daftar presensi), hal ini juga dapat dipastikan bahwa kurang adanya kerjasama dari masing-masing anggota kelompok dan adanya rasa canggung untuk bekerja sama dengan anggota dari geng lain.
Padahal seandainya setiap mahasiswa dapat membaur antara yang satu dengan yang lain, tentu akan menguntungkan di dalam kelas, segala masalah dapat terselesaikan tanpa adanya rasa ketidakpuasan yang masih mengganjal di dalam hati. Komunikasi antara individu yang satu dengan lainnya dapat berjalan dengan lancar tanpa memperhatikan adanya perbedaan kepentingan di dalam kelompok. Selain itu diantara masing-masing pihak dapat saling bekerjasama tanpa adanya rasa canggung untuk mendukung segala kegiatan demi kelancaran pelaksanaan kegiatan tersebut.
Oleh karena permasalahan tersebutlah maka peneliti ingin mengetahui alasan seseorang lebih cenderung untuk membentuk geng atau membentuk kelompok sendiri.
B. FOKUS KAJIAN
1. Apa yang melatarbelakangi timbulnya suatu kelompok (Peer Group)?
2. Apa alasan seseoang membentuk suatu kelompok?
3. Apa manfaat yang bisa diperoleh dari terbentuknya Peer Group ini?
4. Bagaimana hubungan sosial antara anggota Peer Group dengan teman lain di luar kelompoknya (Out Group)?
C. TUJUAN DAN URGENSI PENELITIAN
C.1. Tujuan
Tujuan diadakannya penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui apa yang melatarbelakangi timbulnya suatu kelompok (Peer Group).
2. Untuk mengetahui apa alasan seseorang membentuk suatu kelompok.
3. Untuk mengetahui manfaat apa saja yang bisa diperoleh dari terbentuknya Peer Group.
4. Untuk mengetahui bagaimana hubungan sosial antara anggota Peer Group dengan teman lain di luar kelompoknya (Out Group).
C.2. Urgensi Penelitian
Alasan mengangkat tema penelitian ini karena menurut peneliti, kecenderungan seseorang untuk mengelompok atau membentuk kelompok sendiri semakin lama semakin terlihat nyata. Misalnya saja di sebuah jurusan di salah satu PTN di Semarang, ada beberapa geng (kelompok) dimana antara geng yang satu dengan yang lain tidak dapat bersatu karena adanya segala macam perbedaan yang mendasarinya. Sehingga apabila diamati, akan sangat terlihat tidak adanya suasana kebersamaan dan kekompakan apalagi perasaan senasib sepenanggungan di antara sesama.
Hanya ada segelintir orang yang mau berbaur atau berteman akrab dengan siapa saja tanpa didasari oleh keterikatan antar kelompok. Dalam suatu organisasi, apabila sedang dilanda masalah dan dituntut untuk mencari jalan keluar, pemecahan masalah tersebut tidak akan pernah menimbulkan rasa puas jika tidak didasari oleh unsur kebersamaan dan kekompakan. Oleh karena itu dalam penelitian ini, peneliti ingin mengetahui alasan seseorang membentuk kelompok (geng) sendiri.
BAB II
TEORI
A. PERSPEKTIF TEORI
I. Kelompok
Menurut Hill (1990), kelompok adalah dua atau lebih individu-individu yang saling mempengaruhi satu dengan yang lain melalui interaksi. Namun demikian antara dua orang individu belum tentu dapat disebut sebagai suatu kelompok, karena antara dua individu tersebut belum atau tidak mengadakan interaksi.
Misal : A dengan B, A tertarik atau melihat B, sehingga A dipengaruhi oleh B, tetapi B belum terpengaruh oleh A, sehingga pada waktu itu hanya A yang dipengaruhi oleh B, namun setelah B melihat A, maka B juga dipengaruhi oleh A dan terjadilah suatu kelompok yang terdiri dari A dan B (Shaw, 1979).
Pengalaman berkelompklah yang membuat makhluk manusia memiliki ciri-ciri yang bersifat manusiawi. Melalui pengalaman berkelompoklah kita menghayati norma-norma kebudayaan kita, serta bersama-sama memiliki nilai, tujuan, dan perasaan.
? Proses Terbentuknya Kelompok
Sepanjang hidup seseorang kelompok-kelompok tertentu adalah penting sebagai model untuk gagasan atau norma-norma perilaku seseorang. Kelompok semacam ini disebut kelompok referens. Mula-mula kelompok keluarga adalah kelompok yang terpenting, karena kelompok ini merupakan kelompok satu-satunya yang dimiliki bayi selama masa-masa yang paling peka. Semua yang berwenang setuju bahwa ciri-ciri kepribadian dasar dari individu dibentuk pada tahun-tahun pertama ini dalam lingkungan keluarga (White, 1975; Shaffer dan Dunn, 1982).
Beberapa waktu kemudian, kelompok sebaya atau sepermainan (Peer Group), yakni kelompok lain yang sama usia dan statusnya, menjadi penting sebagai suatu kelompok referens.
Kegagalan seorang anak untuk mendapatkan pengakuan sosial dalam kelompok sepermainan sering diikuti oleh pola penolakan sosial dan kegagalan sosial seumur hidup. Apabila seorang belum memiliki ukuran yang wajar tentang penerimaan kelompok sebaya adalah sulit, kalau tidak dapat dikatakan mustahil, bagi seseorang untuk mengembangkan gambaran diri yang dewasa sebagai seorang yang berharga dan kompeten.
? Bentuk-Bentuk Kelompok
1. Kelompok besar dan kelompok kecil
Dalam hal besar kecilnya kelompok dapat dilihat dari banyak sedikitnya anggota yang tergabung dalam kelompok. Menurut Shaw (1979) yang dimaksud dengan kelompok kecil adalah kelompok yang terdiri dari 20 orang atau kurang, walaupun dalam banyak hal, perhatian lebih dipusatkan pada kelompok yang beranggotakan 5 orang atau kurang
Inilah yang menjadi pusat pembicaraan dalam dinamika kelompok. Namun demikian untuk menentukan batas secara tegas antara kelompok kecil dengan kelompok besar cukup sulit. Menurut Shaw (1979), kelompok yang terdiri dari 10 orang atau kurang, termasuk kelompok kecil, sedangkan yang terdiri dari 30 orang atau lebih, termasuk kelompok besar. Tetapi apabila kelompok tersebut diantara para anggotanya interaksinya saling lekat satu dengan yang lain dan mempunyai motivasi yang kuat untuk mencapai tujuan kelompok, maka kelompok tersebut dapat dipandang sebagai kelompok kecil.
2. Kelompok sendiri (in-groups) dan kelompok luar (out-groups)
Aku termasuk dalam banyak kelompok – keluargaku, profesiku, ras ku, jenis kelaminku, negaraku – Semua kelompok yang berakhir dengan kata kepunyaanku. Semua itulah yang disebut kelompk sendiri, karena saya merasa termasuk didalamnya.
Banyak kelompok lain dimana aku tidak termasuk – keluarga, pekerjaan, ras, kebangsaan, agama maupun jenis kelamin. Semua itu merupakan kelompok luar, karena aku berada diluarnya.
Kelompok sendiri dan kelompok luar adalah penting karena adanya mempengaruhi perilaku. Dari sesama anggota kelompok sendiri, kita mengharapkan pengakuan, kesetiaan dan pertolongan. Harapan kita terhadap kelompok luar bervariasi menurut bentuk kelompok luar itu. Dari kelompok luar tertentu, kita menerima sikap bermusuhan; dari yang lainnya, semacam kompetisi yang lunak; selebihnya, kita menerima sikap yang acuh tak acuh.
3. Kelompok resmi (formal) dan kelompok tidak resmi (informal)
Pada kelompok resmi, norma-normanya dinyatakan secara tertulis, sedangkan pada kelompok tidak resmi, norma-normanya tidak dinyatakan secara tertulis, tidak dinyatakan secara formal. Sekalipun norma-norma ini tidak tercantum secara tertulis, namun melalui pengamatan dapat diketahui bahwa dalam kelompom itu ada norma-norma tertentu.
4. Kelompok primer dan kelompok sekunder
Kelompok primer adalah kelompok yang mempunyai interaksi sosial yang cukup intensif, cukup akrab, hubungan antara anggota satu dengan anggota lain cukup baik. Kelompok ini juga sering disebut face to face group, anggota kelompok satu sering bertemu dengan anggota yang lain, sehingga masing-masing anggota kelompok saling kenal-mengenal dengan baik.
Kelompok sekunder adalah kelompok yang mempunyai interaksi yang kurang mendalam bila dibandingkan dengan kelompok primer. Hubungan anggota satu dengan yang lain kurang mendalam, karenanya hubungan anggota satu dengan anggota yang lain agak renggang. Hubungan pada kelompok sekunder lebih bersifat formal, obyektif, atas dasar logis rasional, kurang bersiafat kekeluargaan.
Kelompok primer dan kelompok sekunder dipandang penting, karena perasaan dan perilaku merupakan dua hal yang berbeda. Dalam kelompok primerlah kepribadian seseorang dibentuk. Dalam kelompok primer seseorang menemukan keakraban, rasa simpati dan rasa kebersamaan yang menyenangkan, yang berkaitan dengan banyak minat serta kegiatan. Dalam kelompok sekunder seseorang menemukan cara yang efektif untuk mencapai tujuan tertentu, walaupun cara tersebut seringkali mengorbankan hati kecil orang itu.
? Ciri-Ciri umum kelompok
Di samping adanya interaksi sebagai sifat atau ciri suatu kelompok menurut Forsyth (1983), kelompok masih mempunyai ciri-ciri yang lain yaitu tujuan (goals), struktur dan groupness.
1. Interaksi
Interaksi adalah saling mempengaruhi individu satu dengan individu yang lain. Interaksi dapat berlangsung secara fisik, non verbal, emosional, dan sebagainya, yang merupakan salah satu sifat dari kehidupan kelompok.
2. Tujuan (goals)
Orang yang tergabung dalam kelompok mempunyai beberapa tujuan ataupun alasan. Tujuan dapat bersifat intrinsik, misalnya tergabung dalam kelompok mempunyai rasa senang. Namun juga dapat bersifat ekstrinsik, yaitu bahwa untuk mencapai sesuatu tujuan tidak dapat dicapai secara sendiri, tetapi hanya dapat dicapai dengan cara bersama-sama.
Tujuan suatu kelompok mungkin berbeda dengan tujuan kelompok lain. Denga tujuan yang berbeda, maka hal tersebut akan dapat mempengaruhi struktur yang ada dalam kelompok itu, juga akan dapat mempengaruhi pola interaksi dalam kelompok yang bersangkutan.
3. Struktur
Kelompok itu mempunyai struktur, yang berarti adanya peran, norma dan hubungan antar anggota. Peran dari masing-masing anggota kelompok, berkaitan dengan posisi individu dalam kelompok. Peran dari masing-masing anggota kelompok akan tergantung pada posisi ataupun kemampuan individu masing-masing. Sudah barang tentu seseorang pada suatu kelompok belum tentu mempunyai peran yang sama pada kelompok yang lain.
4. Groupness
Kelompok terdiri dari beberapa orang yang menjadi satu kesatuan. Karena itu kelompok adalah suatu entity (kesatuan), merupakan objek yang unified. Menurut Campbell orang mempersepsi kelompok lebih sebagai suatu unified whole daripada sekelompok orang yang saling berdekatan satu dengan yang lain. Jadi, satu dengan yang lain tidak saling lepas, tetapi kelompok merupakan suatu kesatuan dari para anggotanya.
? Norma Kelompok
Norma adalah aturan yang mengatur perilaku anggota kelompok. Norma kelompok akan memberikan arah ataupun batasan dari perilaku anggota kelompok. Adalah hal yang ideal apabila semua anggota kelompok dapat mematuhi secara baik terhadap norma kelompok yang ada. Norma suatu kelompok akan berbeda dengan norma kelompok yang lain.
Sikap atau tanggapan anggota kelompok terhadap norma kelompok dapat bermacam-macam. Ada yang tunduk dengan norma kelompok dengan terpaksa karean ia bergabung dalam kelompok yang bersangkutan, tetapi ada juga yang tunduk dengan norma kelompok dengan penuh pengertian dan dengan penuh kesadaran, hingga norma kelompok dijadikan normanya sendiri.
Norma kelompok merupakan norma yang tidak tetap, dalam arti bahwa norma kelompok itu dapat berubah sesuai dengan keadaan yang dihadapi oleh kelompok. Sesuai dengan perkembangan keadaan kemungkinan norma kelompok akan mengalami perubahan, sehingga norma kelompok yang dahulu berlaku, kemudian tidak berlaku lagi.
? Dinamika Kelompok
Floyd D. Ruch dalam bukunya Psychology and Life menyatakan bahwa dinamika kelompok adalah analisis dari hubungan kelompok sosial yang berdasarkan prinsip bahwa tingkah laku dalam kelompok itu adalah hasil dari interaksi yang dinamis antara individu-individu dalam situasi sosial. Sementara itu Cartwright dan Zander (1968) mengemukakan bahwa dinamika kelompok adalah gerak dinamis kelompok dalam mencapai tujuan secara efektif.
Cartwright dan Zander (1968) dan Beal G.M. (1963) menunjukkan seperangkat konsep yang merupakan unsur-unsur dinamika kelompok :
1. Kesatuan kelompok
Kesatuan kelompok disebut juga sebagai kekompakkan kelompok (group cohesiveness) yaitu keeratan hubungan, saling ketergantungan dan kekompakkan diantara sesama anggota kelompok. Menurut Cartwright dan Zander ada 3 variabel yang saling berkaitan dalam menganalisis kekompakkan kelompok :
a) Faktor yang memelihara keanggotaan dalam suatu kelompok.
Kekompakkan kelompok yaitu kekuatan yang mendorong individu untuk tetap menjadi anggota suatu kelompok. Hal ini bersumber dari daya tarik kelompok terhadap individu dan daya tarik hasil yang mungkin diperoleh dengan keanggotaan di dalam kelompok.
b) Faktor yang mempengaruhi kekompakkan kelompok.
Faktor ini meliputi :
? Potensi kelompok yang memberi pengaruh terhadap individu.
? Motif yang mendasari keanggotaan dalam kelompok.
? Harapan terhadap kelompok.
? Penilaian individu terhadap hasil yang diperoleh.
c) Faktor yang dipengaruhi kekompakan tersebut
Pengaruh kekompakkan yaitu dalam :
? Memelihara kelompok.
? Kekuatan kelompok terhadap anggota.
? Partisipasi dan loyalitas anggota.
? Keamanan pribadi anggota..
? Penilaian terhadap keanggotaan.
2. Efektivitas kelompok
Efektivitas kelompok mengacu pada mutu tercapainya tujuan / hasil yang diharapkan. Dalam hal ini Cartwright dan Zander (1959), bahwa ada dua fungsi kelompok :
? Pencapaian tujuan kelompok (goal achievement).
? Usaha mempertahankan / memelihara kehidupan kelompok (group maintenance).
3. Teori dinamika kelompok
a) Teori sintalitas kelompok
Cattel mengemukakan konsep sinergy dalam menganalisa dinamika dintalitas kelompok. Sinergi ini diartikan sebagai perpaduan seluruh energi yang dimiliki oleh anggota kelompok demi kelangsungan hidup kelompok tersebut. Sinergi ini terdiri dari 2 bagian :
? Maintenance sinergi yang berfungsi untuk memelihara keharmonisan dan kekohesifan kelompok.
? Efektif sinergi yang berfungsi untuk mencapai tujuan kelompok.
Ada 7 teorema dalam sintalitas kelompok :
? Kelompok dibentuk dalam rangka memenuhi kebutuhannya.
? Besarnya jumlah sinergi dari suatu kelompok merupakan resultan faktorial antara sikap yang ada pada masing-masing anggota kelompok.
? Sinergi efektif ditujukan untuk mencapai tujuan.
? Di samping kisi-kisi sintal kelompok, terdapat pula kisi-kisi antar individu.
? Pola dinamik kelompok dibentuk melalui proses trial and error.
? Keanggotaan kelompok dapat tumpang tindih.
? Ada kesejajaran yang erat antara kepribadian kelompok (sintalitas) dengan kepribadian para anggota kelompok.
b) Teori prestasi kelompok
Stogdill mengajukan teorinya didasarkan pada masukan, media dan prestasi kelompok.
• Masukan dari anggota
Menurut Stogdill, kelompok adalah suatu sistem interaksi yang terbuka. Struktur dan kelangsungan sistem itu tergantung sekali pada tindakan-tindakan anggota dan saling hubungan antara anggota.
– Interaksi –
Interaksi sosial adalah perilaku yang khsus karena sedikitnya dibutuhkan dua orang untuk melakukannya. Stogdill mengatakan bahwa interaksi sosial adalah suatu keadaan dimana A bereaksi terhadap B dan B bereaksi terhadap A sedemikian rupa sehingga reaksi mereka saling berbalasan.
– Hasil Perbuatan –
Hasil perbuatan yang dimaksud adalah yang mempunyai kaitan dengan kelompok yaitu merupakan bagian dari interaksi misalnya bekerjasama, berkomunikasi, membuat keputusan dan lain-lain.
– Harapan –
Interaksi dan hasil perbuatan individu dalam kelompok menurut Stogdill belum cukup untuk mengarahkan kelompok pada tujuannya, untuk membedakan antara anggota yang satu dengan yang lain dalam kelompok dan untuk mempertahankan kemantapan kelompok. Oleh karena itu Stogdill mengajukan konsep harapan.
• Variabel media : struktur & operasi kelompok
– Struktural Formal –
Kelompok terdiri dari individu-individu yang masing-masing membawa harapan dan perbuatannya sendiri. Pola perbuatan dan harapan ini menyebabkan terjadinya posisi-posisi dalam kelompok. Dalam posisi itu terdapat status dan fungsi.
Status menunjukkan kebebasan seseorang dalam posisi tertentu untuk mengambil prakarsa dan mempertahankan tujuan kelompok.
Fungsi adalah sumbangan yang diharapkan dari seseorang dalam posisi tertentu terhadap pencapaian tujuan-tujuan kelompok.
– Struktur Peran –
Menurut Stogdill peran adalah perkiraan tentang perilaku yang diharapkan dari seseorang dalam posisi tertentu, yang lebih dikaitkan dengan sifat-sifat pribadi individu itu daripada dengan posisinya. Cara membedakan peran dari posisi memang sulit, akan tetapi Stogdill mengemukakan bahwa ada 2 hal yang jelas termasuk dalam peran :
Tanggung jawab adalah serangkaian hasil perbuatan yang diharapkan dari individu dalam batas-batas posisinya.
Otoritas adalah tingkat kebebasan yang diharapkan untuk dipraktekkan oleh individu dalam posisinya.
– Prestasi Kelompok –
Produktivitas adalah derajat perubahan harapan tentang nilai-nilai yang dihasilkan oleh perilaku kelompok, yaitu ke arah nilai yang lebih positif atau lebih negatif.
Moral kelompok adalah derajat kebebasan dari hambatan-hambatan dalam kerja kelompok menuju tujuannya. Yang termasuk dalam moral kelompok adalah kebebasan individu untuk bertindak, berinteraksi, menguatkan harapan.
Kesatuan kelompok adalah tingkat kemampuan kelompok untuk mempertahankan struktur dan mekanisme operasinya dalam kondisu yang penuh tekanan.
II. KELOMPOK SEBAYA (PEER GROUP)
Kelompok yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kelompok sebaya (Peer Group). Dalam kelompok sebaya tidak dipentingkan adanya struktur organisasi, masing-masing individu merasakan adanya kesamaan satu dengan yang lain, seperti di bidang usia, kebutuhan dan tujuan. Di dalam kelompok sebaya ini, individu merasa menemukan dirinya (pribadi) serta dapat mengembangkan rasa sosialnya sejalan dengan perkembangan kepribadiannya.
? Latar Belakang Timbulnya Peer Group
1. Adanya perkembangan proses sosialisasi
Pada usia remaja, individu mengalami proses sosialisasi. Individu mencari kelompok yang sesuai dengan keinginannya, bisa saling berinteraksi satu sama lain dan merasa diterima dalam kelompok.
2. Kebutuhan untuk menerima penghargaan
Individu butuh penghargaan dari orang lain agar mendapat kepuasan dari apa yang telah dicapainya. Oleh karena itu, individu bergabung dengan teman sebayanya yang mempunyai kebutuhan psikologis yang sama yaitu ingin dihargai. Dengan demikian, individu merasakan kebersamaan atau kekompakkan dalam kelompok teman sebayanya.
3. Perlu perhatian dari orang lain
Individu perlu perhatian dari orang lain terutama yang merasa senasib dengan dirinya. Ketika individu merasa sama dengan lainnya, mereka tidak merasakan adanya perbedaan status.
4. Ingin meneukan dunianya
Di dalam Peer Group, individu dapat menemukan dunianya yang berbeda dengan dunia orang dewasa. Mereka mempunyai persamaan pembicaraan di segala bidang.
? Hakekat Peer Group
1. Kelompok sebaya terbentuk dari kelompok informal ke organisasi.
Semula individu yang bukan anggota kelompok sekarang menjadi anggota kelompok teman sebayanya. Anak-anak yang sebaya akan berinteraksi dengan anggota teman sebayanya.
2. Kelompok sebaya mempunyai aturan tersendiri, baik ke dalam maupun keluar.
Aturan-aturan itu, misalnya bagaimana menolong teman sekelompoknya atau bagaimana memanggil teman apabila bertemu di jalan.
3. Kelompok sebaya menyatakan tradisi, kebiasaan, nilai bahkan bahasa mereka.
Karena dalam kelompok sebaya terdapat aturan-aturan tersendiri, mereka juga ingin menunjukkan ciri khas kelompoknya dengan tradisi atau kebiasaan mereka. Dalam kelompok ada standar tertentu dalam berpakaian, berbicara dan bertingkah laku antar anggota kelompok.
4. Pada kenyataannya, kelompok sebaya diketahui dan diterima oleh sebagian besar orang tua.
Kelompok sebaya merupakan lembaga sosial yang tidak formal. Dari kelompok sebaya, anak belajar tentang hubungan sosial dari yang sempit sampai ke yang semakin luas.
5. Secara kronologis, kelompok sebaya adalah lembaga kedua yang utama untuk sosialisasi.
Anak berkembang dari lembaga pertama, yaitu keluarga menuju lembaga kedua dalam kelompok sebayanya.
? Fungsi Peer group
1. Membantu peranan sosial yang baru
Kelompok sebaya memberi kesempatan bagi anggotanya untuk mengisi peranan sosial yang baru. Misalnya, anak yang belajar bagaimana menjadi pemimpin yang baik.
2. Kelompok sebaya sebagai sumber informasi bagi orang tua bahkan untuk masyarakat.
Kelompok teman sebaya bisa sebagai sumber informasi bagi orang tua tentang hubungan sosial individu serta sebagai sumber informasi kalau salah satu anggotanya berhasil maka di mata orang lain, kelompok sebaya itu berhasil.
3. Dalam kelompok sebaya, individu dapat mencapai ketergantungan satu sama lain.
Karena dalam kelompok sebaya ini, mereka dapat merasakan kebersamaan dalam kelompok dan saling tergantung satu sama lain.
4. Dalam kelompok teman sebaya, individu dapat mencapai kebebasan sendiri.
Kebebasan disini diartikan sebagai kebebasan untuk berpendapat, bertindak atau menemukan identitas diri. Karena dalam kelompok itu, anggota-anggotanya juga mempunyai tujuan dan keinginan yang sama.
5. Dalam kelompok sebaya, anak-anak mempunyai organisasi sosial yang baru.
Dalam kelompok sebaya mereka belajar tentang bagaimana manjadi teman, bagaimana mereka berorganisasi, bagaimana berhubungan dengan anggota kelompok yang lain dan bagaimana menjadi seorang pemimpin dan pengikut.
? Ciri-Ciri Peer Group
1. Tidak mempunyai struktur organisasi yang jelas.
Kelompok sebaya terbentuk secara spontan, diantara anggota kelompok mempunyai kedudukan yang sama, tetapi ada satu diantara anggota kelompok yang dianggap sebagai pemimpin yang dianggap oleh semua anggota bahwa dia memang pantas dijadikan sebagai pemimpin.
2. Bersifat sementara
Karena tidak ada struktur organisasi yang jelas, kelompok ini tidak bisa bertahan lama. Lebih-lebih jika yang menjadi keinginan masing-masing anggota kelompok tidak tercapai. Atau karena keadaan yang memisahkan mereka.
3. Kelompok sebaya mengajarkan individu tentang kebudayaan yang luas.
Misalnya teman sebaya di sekolah / kampus, mereka umumnya terdiri dari individu yang berbeda-beda lingkungannya, yang mempunyai aturan atau kebiasaan yang berbeda-beda. Lalu mereka memasukkannya dalam kelompok sebaya sehingga mereka saling belajar secara tidak langsung tentang kebiasaan itu.
4. Anggotanya adalah individu yang sebaya
Biasanya yang menjadi anggota dalam Peer Group adalah individu yang mempunyai kisaran umur yang sama atau hampir sama serta mempunyai keinginan, tujuan dan kebutuhan yang sama.
? Pengaruh Perkembangan Peer Group
Menurut Havinghurst pengaruh perkembangan Peer Group ini mengakibatkan adanya :
1. Kelas sosial
Pembentukan kelompok sebaya berdasarkan status sosial ekonomi individu sehingga dapat digolongkan atas kelompok kaya dan kelompok miskin.
2. In group dan out group
In group adalah teman sebaya dalam kelompok, out group adalah teman sebaya di luar kelompok.
• Pengaruh positif dari Peer Group
? Apabila dalam hidupnya individu memiliki kelompok sebaya maka lebih siap menghadapi kehidupan yang akan datang.
? Individu dapat mengambangkan rasa solidaritas antar kawan.
? Setiap anggota dapat berlatih memeproleh pengetahuan dan melatih kecakapan bakatnya.
? Mendorong individu untuk bersifat mandiri.
? Menyalurkan perasaan dan pendapat demi kemajuan kelompok.
• Pengaruh negatif dari Peer Group
? Sulit menerima seseorang yang tidak mempunyai kesamaan.
? Tertutup bagi individu lain yag tidak termasuk anggota.
? Timbulnya persaingan antar anggota kelompok.
B. KAJIAN PUSTAKA
Banyak studi telah menunjukkan bahwa pada usia 15 tahunan kelompok sebaya telah menjadi kelompok referens yang sangat penting dan barangkali merupakan pengaruh yang paling penting terhadap sikap, tujuan serta norma perilaku.
Contoh : Penelitian dari Otto, 1977; Hoge dan Petrillo, 1978; Youniss 1980. Reaksi anak belasan tahun yang memuakkan “Oh, Ibu!” dengan jelas menandakan seringnya terjadinya pertentangan antara norma orang tua dengan norma remaja dimana norma orang tuas seringkali sebagai pihak yang kalah.
Banyak penelitian menunjukkan adanya kebutuhan menusia akan kasih sayang dan reaksi yang akrab. Kesepian, isolasi, dan putusnya hubungan manusiawi yang pernah terjalin, merupakan beberapa penyebab utama dari penyakit dan kematian (Lynch, 1977).
Sebuah penelitian, yang dilakukan selama 9 tahun terhadap 7.000 orang dewasa, menemukan bahwa orang yang memiliki “jaringan sosial”, yang terdiri dari teman dan sanak keluarga, ternyata juga memiliki kemungkinan meninggal lebih kecil (kurang dari ) dalam tahun tertentu dibandingkan dengan orang yang tidak memiliki jaringan sosial (Berkman, 1980). Kebanyakan orang tidak mampu berfungsi secara baik apabila mereka tidak termasuk ke dalam suatu kelompok kecil, yang benar-benar memperhatikan apa yang terjadi pada diri mereka.
Manakala orang dipisahkan dari keluarga dan teman-temannya, kemudian dimasukkan ke dalam kelompok besar yang impersonal dan asing, misalnya asrama kampus atau kampus militer, maka mereka akan merasakan betapa besarnya kebutuhan akan kelompok primer, sehingga merekapun akan segera membentuknya.
C. KERANGKA BERPIKIR
BAB III
METODE PENELITIAN
A. PENDEKATAN PENELITIAN
Dalam sebuah penelitian diperlukan metode atau pendekatan untuk melakukan penelitian terhadap fenomena yang ada di lapangan. Dalam penelitian ini, metode yang akan digunakan adalah metode penelitian kualitatif dengan pendekatan studi kasus.
Studi kasus adalah penelitian yang bertujuan untuk mempelajari secara intensif mengenai unit sosial tertentu, yang meliputi individu, kelompok, lembaga dan masyarakat. Pendekatan studi kasus berupaya untuk mencari kebenaran ilmiah dengan cara mempelajari secara mendalam dan dalam jangka waktu yang lama.
Pendekatan ini menekankan pada pencarian universal mengenai persoalan berbagai objek penelitian yang meliputi tindakan manusia, motif tindakannya dan tipe kepribadiannya. Dalam pendekatan ini ditekankan pada perilaku subyektif dari perilaku individu, dengan demikian peneliti berusaha masuk ke dalam dunia konseptual subyek yang diteliti sedemikian rupa sehingga peneliti mengerti apa dan bagaimana suatu pengertian dikembangan oleh subyek dan pandangan serta alasan munculnya perilaku yang dilakukan oleh subyek itu.
Dengan demikian penelitian ini termasuk dalam ketgori studi kasus karena studi kasus merupakan penelitian yang dilakukan secara intensif, terinci dan mendalam terhadap suatu gejala tertentu yang berkembang di lapangan, metode ini digunakan karena, peneliti ingin meneliti kualitas dan bukan hanya sekedar kuantitas saja, sehingga dapat dilakukan penelitian yang lebih dalam.
Peneliti ingin menghasikan data yang tidak berupa angka tetapi data-data nyata berupa kata-kata dan perilaku-perilaku yang telah diamati oleh peneliti.
B. UNIT ANALISIS
Unit Analisis Sub. Unit Analisis
In-group Out-Group
Fenomena kehidupan berkelompok (Peer Group) di kalangan mahasiswa ? Kebersamaan yang terjadi di dalam anggota kelompok (in-group).
? Kekompakkan kelompok di dalam menghadapi segala hal.
? Hubungan sosial dengan teman sebaya di dalam kelompok (in-group).
? Hubungan sosial dengan teman sebaya diluar kelompok (out-group).
? Motivasi / alasan subyek lebih tertarik untuk membentuk peer group.
? Manfaat yang bisa diperoleh dari terbentuknya peer group. ? Pendapat out group tentang in group.
? Kekompakkan in-group dalam menghadapi segala hal.
? Hubungan sosial dengan teman sebaya di dalam kelompok (in-group).
? Hubungan sosial dengan teman sebaya di luar kelompok (out-group).
C. PENGUMPULAN DATA
Dalam proses pengumpulan data, peneliti merupakan instrumen penelitian yang utama. Interaksi antara peneliti dengan informan diharapkan dapat memperoleh informasi yang mampu mengungkap permasalahan di lapangan secara lengkap dan tuntas.
Ada 2 teknik pengumpulan data yang digunakan, yaitu observasi dan wawancara. Berikut akan dijabarkan kedua teknik dalam pengumpulan data :
1. Observasi
Observasi adalah pengamatan dan pencatatan secara sistematis terhadap gejala yang tampak pada objek penelitian. Pengamatan dan pencatatan ini dilakukan terhadap objek di tempat terjadi atau berlangsungnya peristiwa. Faktor kesengajaan dalam proses observasi dimaksudkan agar kegiatan observasi tersebut dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Teknik ini juga dapat dilakukan untuk pengumpulan data dalam penelitian perilaku.
Peneliti mulai melakukan observasi di kampus subyek yaitu di Universitas Negeri Semarang tepatnya di Fakultas Ilmu Pendidikan (FIP), Jurusan Psikologi pada bulan Mei sampai dengan bulan Juni 2007. selama itu peneliti mengamati tingkah laku keseharian subyek di kampus. Kapan pun dan dimana pun, subyek selalu bergerombol. Seolah-seolah merupakan satu kesatuan yang sulit sekali untuk dipisahkan.
Pada waktu kuliah, subyek selalu duduk sederet dengan kelompoknya, waktu makan di kantin, waktu duduk-duduk sambil menunggu jam kuliah apalagi pada waktu diperintahkan oleh dosen untuk membentuk kelompok secara bebas, subyek pasti selalu bersama-sama, antara anggota yang satu dengan yang lain secara otomatis telah terbentuk suatu insting untuk selalu bersama.
Meskipun peneliti telah membangun rapport dengan subyek seperti misalnya, lebih mendekati subyek beberapa bulan terakhir ini karena dengan banyaknya tugas kuliah, peneliti berusaha mendekati subyek untuk meminjam buku, jika subyek membutuhkan bantuan peneliti, sebisa mungkin peneliti akan membantu, serta akhir-akhir ini peneliti dituntut untuk selalu bekerja sama dengan subyek dalam menyelesaikan tugas kuliah, tetapi tetap saja ada hambatan yang dialami peneliti dalam melakukan observasi ini.
Hambatan tersebut misalnya saja seperti peneliti tidak dapat mengikuti kemanapun subyek pergi karena dalam hal ini peneliti hanya bertindak sebagai pengamat, peneliti tidak terlibat langsung dalam kegiatan yang dilakukan subyek. Jadi peneliti hanya mengamati pada waktu-waktu tertentu.
2. Wawancara
Wawancara adalah suatu proses interaksi dan komuniasi verbal dengan tujuan untuk mendapatkan informasi penting yang diinginkan. Dalam kegiatan wawancara terjadi hubungan antara 2 orang atau lebih, dimana keduanya berperilaku sesuai dengan status dan peranan mereka masing-masing. Wawancara dilakukan secara langsung dan terstruktur dengan cara tanya jawab antara interviewee (orang yang diwawancarai) dengan interviewer (pewawancara).
Peneliti mulai melakukan wawancara di kampus subyek, di Universitas Negeri Semarang tepatnya di Mushola Fakultas Ilmu Pendidikan. Wawancara ini berlangsung pada hari Selasa tanggal 5 Juni 2007 jam 11.30-12.30 WIB. Setelah itu, peneliti beralih mewawancarai teman subyek yang lain diluar kelompoknya (out group) berlangsung pada.
Dalam metode wawancara ini, ada hambatan yang dialami oleh peneliti yaitu bahwa pada awalnya subyek menolak untuk dimintai keterangan atau menolak untuk diwawancarai dengan alasan kalau dirinya tidak pernah merasa berkelompok. Subyek merasa kalau dirinya akrab dan bergaul dengan siapa saja di kelas. Padahal jika dilihat kesehariannya, subyek cenderung dan lebih sering bergaul dan bersama-sama dengan kelompoknya daripada dengan taman yang lain. Setelah peneliti mengadakan rapport dengan subyek, akhirnya subyek bersedia untuk diwawancarai. Raport dilakukan dengan mengatakan kapada subyek kalau identitas aslinya tidak akan dicantumkan.
D. KEABSAHAN DATA
Untuk menetapkan keabsahan data, diperlukan teknik pemeriksaan. Pelaksanaan teknik pemeriksaan didasarkan atas sejumlah kriteria tertentu. Ada 4 kriteria yaitu :
Kriteria Teknik Pemeriksaan
Derajat kepercayaan (credibility) 1. Perpanjangan keikutsertaan
2. Ketekunan pengamatan
3. Triangulasi
4. Pengecekan sejawat
5. Kecukupan referensial
6. Kajian kasus negatif
7. Pengecekan anggota
Keteralihan (transferability) Uraian Rinci
Kebergantungan (dependability) Audit kebergantungan
Kepastian (confirmability) Audit kepastian
Di dalam penelitian ini menggunakan teknik ketekunan pengamatan dan teknik triangulasi. Ketekunan pengamatan bermaksud menemukan ciri-ciri dan unsur-unsur dalam situasi yang sangat relevan dengan persoalan atau isu yang sedang dicari dan kemudian memusatkan diri pada hal-hal tersebut secara rinci. Sedangkan untuk triangulasi – dalam penelitian ini adalah triangulasi dengan sumber – bermaksud membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam penelitian kualitatif. Hal ini dapat dicapai dengan jalan :
1. Membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara.
2. Membandingkan apa yang dikatakan orang-orang tentang situasi penelitian dengan apa yang dikatakannya sepanjang waktu.
Dengan kedua jalan itulah, peneliti dapat membuktikan temuan data yang telah dilakukan di lapangan.
E. ANALISIS DATA
Analisis data kualitatif adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain.
Analisis data dilekukan pada saat mengumpulkan data dan setelah pengumpulan data. Analisa dilakukan agar peneliti segera menyusun untuk melengkapinya. Kemudian dari analisis awal, diperoleh simpulan sementara. Analisis data dilakukan sebagai berikut :
1. Reduksi data
Pada tahap ini, peneliti memilih data yang relevan dan kurang relevan dengan tujuan penelitiabn, kemudian mengelompokkan sesuai dengan aspek yang akan diteliti, seperti :
• Hal-hal yang menyebabkan terbentuknya kelompok-kelompok di kalangan mahasiswa.
• Manfaat yang bisa diperoleh dai membentuk kelompok (Peer Group).
• Hubungan sosial subyek dengan orang lain di luar kelompoknya.
2. Penyajian data
Bentuk penyajian data yang dipilih dalam penelitian ini adalah bentuk naratif, dengan tujuan atau harapan setiap data tidak lepas dari latarnya.
3. Menarik kesimpulan
Sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai dari hasil penelitian maka analisis dan penarikan kesimpulan dilakukan dengan jalan membandingkan data-data yang diperoleh tentang latar belakang atau alasan subyek membentuk kelompok.
BAB IV
SETTING PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan oleh peneliti di Semarang dengan mengambil lokasi di salah satu Perguruan Tinggi Negeri di Semarang UNNES, Universitas Negeri Semarang adalah lokasi yang dituju peneliti untuk melakukan penelitian ini.
UNNES, selain sebagai tempat untuk menggali ilmu yang lebih dalam, juga merupakan tempat atau sarana mahasiswa dalam berinteraksi dengan mahasiswa lain. Mahasiswa adalah manusia yang selain dia sebagai makhluk individu, mereka juga sebagai makhluk sosial, mereka tidak akan dapat hidup sendiri tanpa ada interaksi dengan sesamanya.
UNNEs merupakan salah satu universitas negeri yang berada di kota Semarang. Dahulu, UNNES bernama IKIP (Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan). Tetapi tahun 1999, IKIP Semarang secara resmi berubah dan berganti nama menjadi Universitas Negeri Semarang (UNNES). Hal ini ditandai dengan terbitnya keputusan Presiden no. 124 tahun 1999 tentang perubahan IKIP menjadi UNNES.
Universitas Negeri Semarang ini terletak di ujung selatan kota Semarang, tepatnya di Kecamatan Gunung Pati. Dalam perkembangannya, Universitas Negeri Semarang ini terdiri dai 7 fakultas, diantaranya :
1. Fakultas Ilmu Pendidikan (FIP).
2. Fakultas Bahasa dan Seni (FBS).
3. Fakultas Ilmu Sosial (FIS).
4. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA).
5. Fakultas Ilmu Keolahragaan (FIK).
6. Fakultas Teknik (FT).
7. Fakultas Ekonomi (FE).
Dan untuk pengumpulan datanya sendiri, dilakukan di Fakultas Ilmu Pendidikan (FIP). Alat pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah interview atau wawancara. Wawancara yang dilakukan di Fakultas Ilmu Pendidikan berlangsung cukup lancar. FIP sendiri terletak di gedung A yang didalamnya terdapat 6 jurusan diantaranya :
1. Psikologi.
2. Bimbingan Konseling (BK).
3. Pendidikan Luar Kelas (PLS).
4. Kurikulum Teknologi Pendidikan (KTP).
5. Pendidikan Keguruan Sekolah Dasar (PGSD).
6. Pendidikan Keguruan Taman Kanak-Kanak (PGTK).
Dari ke-6 jurusan tersebut, peneliti memilih jurusan psikologi sebagai sumber penelitiannya.
Alasan dipilihnya jurusan psikologi yang berada di kampus FIP sebagai lokasi penelitian dan yang dijadikan subyek penelitian adalah mahasiswa psikologi itu sendiri, lebih disebabkan karena peneliti memandang bahwa kehidupan mengelompok atau yang biasa disebut Peer Group pada jurusan psikologi dapat terlihat jelas oleh peneliti. Sebab peneliti sendiri adalah mahasiswa psikologi. Sehari-harinya peneliti selalu melihat fenomena berkelompok (Peer Group) di kalangan teman-temannya. Oleh karena itu, peneliti ingin mengungkap dengan jelas apa alasan dari teman-temannya untuk melakukan aktivitas berkelompok.
Wawancara dilakukan terhadap mahasiswa psikologi di dua tempat yaitu :
• Mushola FIP
Mushola ini terletak di bagian tengah dari kompleks Fakultas Ilmu Pendidikan itu sendiri. Mushola ini terletak di samping PKM FIP. Depan mushola terlihat lapangan parkir mobil. Pada saat melakukan wawancara di mushola ini, suasananya cukup ramai karena pelaksanaan wawancara, berlangsung pada waktu siang hari, dimana banyak orang yang berlalu-lalang, keluar masuk mushola untuk melaksanakan sholat Zuhur. Tetapi akhirnya, wawancara dapat berjalan dengan lancar.
• Di taman FIP
Taman FIP terletak di tengah-tengah. Taman ini memisahkan antara lapangan parkir mobil (depan gedung A2) dengan lapangan parkir motor (depan gedung A1). Wawancara yang berlangsung di taman ini adalah wawancara untuk triangulasi data. Dengan latar yang cukup ramai, karena banyak motor yang melintas, akhirnya interview / wawancara ini dapat berlangsung lancar.
BAB V
TEMUAN LAPANGAN
Subyek adalah sebuah kelompok kecil (Peer Group) yang terdiri dari 3 orang. Subyek sebenarnya mempunyai nama yang sangat indah, akan tetapi disini subyek tidak ingin identitasnya diketahui maka sebut saja subyek ini Mawar, Bunga dan Aprilia.
Mawar adalah salah seorang mahasiswi psikologi semester 4 Universitas Negeri Semarang, perempuan berusia 20 tahun ini dikenal sosok yang pendiam, pemalu, dan kurang mudah berinteraksi dengan orang-orang baru. Namun sebenarnya, jika sudah kenal dan sudah akrab dengan seseorang, Mawar adalah seorang yang periang, baik hati dan ramah.
Di kampusnya sendiri, Mawar mempunyai 2 orang teman dekat yaitu Bunga dan Aprilia. Bunga adalah salah seorang mahasiswi psikologi semester 4 Universitas Negeri Semarang, atau biasa juga dikatakan bahwa Bunga, taman sekelas Mawar. Perempuan berusia 20 tahun ini dikenal sebagai orang yang ramah, baik, pintar tapi sayang, dia tidak bisa bersikap asertif terhadap siapa saja, seperti moody.
Teman dekat Mawar yang kedua adalah Aprilia. Aprilia ini berusia 20 tahun dan juga terdaftar sebagai mahasiswi psikologi tingkat 4 UNNES. Aprilia adalah orang yang pendiam, pemalu, kurang mudah berinteraksi dengan orang-orang baru dan penakut, di sisi lain, dia adalah orang yang baik, ramah dan sabar. Mereka bertiga menjadi teman dekat sejak semester 1. Perkenalan terjadi pada waktu OKKA (Orientasi Kehidupan Kampus) dilanjutkan pada waktu intuisi, seperti yang diungkapkan oleh Mawar dan Bunga.
“Waktu kenal itu, waktu Technical Meeting sebelum OKKA saya sudah kenal sama mereka, tapi nggak begitu kenal dekat, cuma, oh... aku tahu itu namanya siapa, jadi aku biarin aja.” (WM 1.8)
“Ya... pertama kan... waktu kita masuk kuliah, kan ada OKKA, di jurusan kan juga ada keakraban.” (WB 1.8)
Setelah perkenalan tersebut, setiap di kampus, mereka bertiga selalu bersama-sama. Seolah telah menjadi kelompok. Kemanapun selalu bertiga, ke kantin, ke perpustakaan, ke kamar kecil, duduk waktu kuliah pun juga satu baris. Hal inilah yang membuat kelompok tersebut menjadi terlihat kompak di mata teman-teman yang lain. Hal ini juga ayang menjadi perhatian teman-teman yang lain (Out group).
“Udah kompak, kayak ngelompok gitu lah mbak, kalau kuliah duduk jejer-jejer (sama-sama).” (WC 1.10)
Dan setelah diselidiki, alasan mereka bertiga bisa menjadi teman dekat dan terlihat kompak lebih disebabkan karena adanya kesamaan satu sama lain, misalnya seperti sama-sama cerewet, sama-sama suka membicarakan orang lain dan lain-lain. Kesamaan-kesamaan yang seperti inilah yang menyebabkan mereka bertiga bisa bergabung atau mengelompok menjadi satu.
Sebenarnya tidak ada kriteria khusus untuk bisa menjadi teman dekat mereka, asalkan enak diajak bercakap-cakap, siapa pun bisa dekat satu sama lain.
“Nyambung kalau diajak ngomong, gak sombong, bisa diajak kerjasama kalau ada masalah, bisa saling menolong. Gitu...” (WM 1.10)
“Asalkan nyambung ya... jalan bareng.” (WB 1.10)
“Ah... gak ada kriteria sih, yang penting dianya nyambung, enak bisa menerima aku apa adanya.” (WA 1.10)
Yang namanya kelompok biasanya memiliki tujuan tertentu yang ingin dicapai. Subyek juga mempunyai tujuan yang ingin dicapai, tetapi tujuan tersebut hanya sebatas masalah kecil saja misalnya seperti dapat memberikan kenyamanan, agar dapat kuliah tepat waktu (WM 1.14). Mungkin hal ini disebabkan karena Mawar kurang bisa mengatur waktu dengan baik. Jika Mawar mempunyai teman dekat seperti Bunga dan Aprilia, diharapkan teman dekat tersebut dapat menjadi “alarm” bagi dirinya. Seperti yang dijelaskan di atas, dengan mengelompok, subyek dapat memperoleh kenyamanan. Kenyamanan yang diberikan, bisa dalam segala hal seperti ada yang mau membantu dalam mengerjakan tugas, jika butuh pertolongan, ada yang bersedia menolong.
“Kalau kenyamanan di kampus sih iya, soalnya kalau gak ada mereka rasanya kurang aja. Kalau ada mereka kan, mau kemana-mana enak. Terus kalau buat tugas ada yang bantuin.” (WM 1.11)
“Terus terang iya... soalnya kalau ada teman dekat itu... gimana ya... kalau kita butuh pertolongan atau butuh sesuatu kan... ya... ada orang yang bisa menolong atau berbagilah.” (WB 1.11)
Selain dapat memberikan kenyamanan, dengan mempunyai teman dekat juga bisa memenuhi kebutuhan hidupnya. Dalam hal tugas-tugas akademik, jelaslah ini sangat membantu (WM 1.13). Dengan memiliki taman dekat, bisa diajak untuk sharing masalah pribadi (WB 1.13), semua kebutuhan bisa terpenuhi (WA 1.13).
Meskipun telah membentuk kelompok, tetapi didalamnya tidak ada norma-norma tertentu yang mengaturnya serta tidak ada pemimpin yang bisa mengarahkan segala sesuatu. Menurut mereka semua sama, sejajar, tidak ada pemimpin. Hal ini juga seperti yang diungkaapkan oleh Cinta dan Jelita selaku informan penunjang.
“... Kayaknya disana gak ada deh pemimpin-pemimpin gitu, semua kayaknya sama... temen...” (WJ 1.6)
“Kalau dilihat menurut saya tidak ada, mereka sama, dominan.” (WC 1.5)
Dengan tidak adanya pemimpin ini, tidak membuat subyek menjadi lebih mandiri, tetapi justru malah ada rasa dan sikap saling ketergantungan satu sama lain meskipun tidak terlalu besar rasa ketergantungan itu.
Misalnya saja Mawar, dia selalu merasa tidak percaya diri jika kemana-mana sendirian, jalan kaki sendirian, kuliah sendirian (WM 1.26). Dengan adanya teman dekat, hal tersebut tidak akan terjadi. Disni jelas terlihat bahwa rasa ketergantungan Mawar terhadap Peer Group cukup besar. Tetapi hal ini berbeda dengan Bunga dan Aprilia. Bunga mengatakan bahwa ada rasa ketergantungan tapi tidak terlalu besar (WB 1.26). Sedangkan Aprilia berpendapat bahwa dirinya tidak ada rasa ketergantungan dengan kelompoknya (WA 1.26).
“... Kalau masalah kampus membantu banget terus kalau ada masalah pribadi, kita bisa cerita.” (WM 1.19)
“... Kita bisa sharing sama teman, e... melepaskan beban... bisa membantu dalam segala hal, terutama tugas, ya... bisa gimana ya... bisa minta solusi dari masalah yang kita punya...” (WB 1.19)
“... Menjadi lebih diperhatikan, habis gitu ada yang mau menerima kita, habis gitu e... kita gak kayak orang linglung, nggak hidup sendiri gitu.” (WA 1.19)
Manfaat-manfaat tersebut sangat berguna bagi kehidupan sehari-hari.
Mawar, Bunga dan Aprilia adalah teman satu kelas. Kemanapun selalu bertiga. Banyak sekali yang bisa dijadikan bahan pembicaraan, hal ini disebabkan karena satu sama lain bisa saling nyambung. Menurut pengamatan Cinta dan Jelita, yang biasa dibahas ketika berkumpul adalah hanya sebatas masalah kuliah, tugas (WJ 1.4), (WC 1.4). Tetapi ternyata dalam kenyataannya, tidak hanya masalah kuliah saja yang dibahas, masalah lain yang tidak ada hubungannya dengan tugas kuliah pun bisa menjadi bahan pembicaraan yang tidak ada habisnya.
“Kami paling senang sebenarnya ngomongin orang...” (WM 1.15)
“... Kadang ya ngomongin soal baju, tas, sepatu, teman-teman, ngomongin dosen, ngomongin orang lain juga.” (WB 1.15)
“Kebanyakan sih tugas, terus kayak dosen, terus ngomongin teman-teman.” (WA 1.15)
Jika dilihat dari banyaknya kecocokan antara yang satu dengan yang lain, dapat dipastikan bahwa hubungan antar sesama anggota dalam kelompok tersebut (in group) bisa dibilang dekat (WM 1.22, WB 1.22, WA 1.22).
Seperti yang diungkapkan oleh Jelita bahwa hubungan antarpersonal dalam ingroups cukup dekat.
“... Deket banget kayaknya, sampai e... tempat duduk aja satu baris, ke kantin bareng-bareng...“ (WJ 1.7)
Kedekatan inilah yang lama-kelamaan bisa menimbulkan rasa kesetiakwanan.
Meskipun Mawar, Bunga dan Aprilia selalu terlihat mengelompok, tapi hubungan sosialnya dengan teman-teman sekelas yang lain (out groups), tetap terjalin dengan baik, tetapi yang dibahas biasanya hanya sebatas masalah tugas kuliah (WM 1.28, WB 1.28, WA 1.28).
Hubungan subyek dengan kelompok lain (out groups) tidak terlalu dekat, hal ini disebabkan karena subyek lebih sering bermain bersama daripada membaur dengan yang lain.
“Kalau di kampus jelas sering sama merka daripada sama yang lain, soalnya kalau sama yang lain, ya cuma... apa ya... cuma nyapa-nyapa tok.” (WM 1.6)
“Ya jalaslah, lebih sering bermain dengan teman-teman itulah yang lebih dekat.” (WB 1.6)
“... Kumpulnya sama teman-teman dekat itulah.” (WA 1.6)
Kurang dekatnya hubungan subyek dengan out groups ini juga dirasakan oleh Cinta yang menjadi teman sekelasnya, meskipun hubungan tersebut tetap terjalin baik.
“Ya kurang deket sih saya lihat, ya mereka tu sama-sama itu terus, gak membaur gitu loh sama yang lain, seringnya sama itu-itu terus.” (WC 1.4)
Meskipun subyek tidak terlalu dekat denga out groups, tetapi jika ada tugas dari dosen yang mengharuskan untuk membentuk kelompok secara acak, subyek akan tetap melaksanakannya dengan penuh tanggung jawab. Walaupun ada perasaan kurang enak di dalam hati subyek. Seperti yang dirasakan Mawar dan Aprilia.
“Sebenarnya mengganggu banget kalau ada tugas, terus kelompoknya ditentuin gitu. Soalnya saya jadi gak bisa berekspresi secara maksimal (WM 1.29)
“Ya mungkin pertama kali canggung, soalnya gak harus bisa kenal sama satu kelas...” (WA 1.29)
Hal ini berkebalikan dengan ungkapan Bunga, dia lebih suka jika dalam mengerjakan tugas yang diberikan dosen, kelompoknya diacak.
“... Terus terang ada senangnya pisah sama teman kelompok...” (WB 1.29)
Meskipun dalam hal ini berbeda pendapat, tapi pada dasarnya, jika kelompok ditentukan secara acak, subyek masih bisa untuk mengerjakan dengan sebaik-baiknya dan penuh tanggung jawab. Hal ini sesuai dengan pendapat Cinta dan Jelita yang pernah satu kelompok dengan subyek dalam mengerjakan tugas kuliah.
“Tetap tanggung jawab ya...” (WC 1.16)
“... Baik saja tuh... jadi tetap bikin tugas seperti biasa...”
(WJ 1.14)
Berdasarkan hasil temuan-temuan lapangan ini, dapat disimpulkan bahwa subyek (Mawar, Bunga dan Aprilia) lebih sering bermain bersama dibanding bermain dengan teman lain di luar kelompoknya. Kemanapun baik ke kantin, ke perpustakaan, ke kamar kecil pun selalu bertiga, bahkan tempat duduk waktu kuliah pun selalu satu baris. Alasannya karena mereka bertiga sudah saling cocok satu sama lain serta banyaknya kecocokan atau kesamaan pada diri masing-masing.
Mereka berpendapat bahwa dengan memiliki teman dekat (Peer Group), dapat memenuhi kebutuhan mulai dari kebutuhan akademis (tugas-tugas kuliah) sampai kebutuhan kasih sayang (dapat dijadikan teman sharing / curhat) serta dapat memberikan kenyamanan tersendiri.
Hubungan sosial antar personal (in group) sangat dekat, tetapi hubungan sosial dengan orang lain (out group) tidak terlalu dekat meskipun hubungan ini dapat terjalin dengan baik. Jika dosen memberikan tugas kuliah dan kelompok ditentukan secara acak, subyek akan tetap mengerjakan tugas sebaik-baiknya dan penuh tanggung jawab meskipun ada rasa tidak nyaman jika harus bekerjasama dengan orang lain.
? DINAMIKA KASUS
BAB VI
PEMBAHASAN DAN LAPANGAN
Manusia diciptakan selain sebagai makhluk individu, juga sebagai makhluk sosial. Sebagai makhluk sosial, manusia tidak dapat hidup sendiri tanpa bantuan orang lain. Begitu juga dengan subyek, subyek lebih cenderung mengelompok karena ada manfaat yang bisa diperoleh, salah satunya adalah dapat tercipta sikap saling tolong-menolong antara yang satau dengan yang lain.
Subyek terdiri dari 3 orang, yaitu Mawar, Bunga dan Aprilia. Kelompok ini termasuk dalam kategori Peer Group (kelompok teman sebaya) karena rata-rata usia mereka bertiga adalah 20 tahun. Menurut Shaw (1979), Peer Group ini bisa dikatakan sebagai kelompok kecil karena kelompok ini beranggotakan 3 orang.
Jika dilihat berdasarkan temuan-temuan lapangan tersebut, latar belakang timbulnya Peer Group tersebut lebih disebabkan karena adanya berbagai kesamaan (WB 1.7) serta perasaan bisa diterima di lingkungannya (WA. 1.7). Hal ini sesuai dengan teori yang diungkapkan oleh Havinghurst, yang mengatakan bahwa latar belakang timblnya Peer Group ada 4 yaitu :
? Adanya perkembangan proses sosialisasi.
? Kebutuhan untuk menerima penghargaan.
? Perlu perhatian dari orang lain.
? Ingin menemukan dunianya.
Tetapi sesuai dengan temuan lapangan hanya 2 :
1. Adanya perkembangan proses sosialisasi.
Pada usia remaja, individu mengalami proses sosialisasi. Individu mencari kelompok yang sesuai dengan keinginannya, bisa saling berinteraksi satu sama lain dan merasa diterima dalam kelompok.
2. Ingin menemukan dunianya.
Di dalam Peer Group, individu dapat menemukan dunianya yang berbeda dengan dunia orang dewasa. Mereka mempunyai persamaan pembicaraan di segala bidang. Dalam hal ini, subyek (Mawar, Bunga dan Aprilia) juga mempunyai persamaan pembicaraan misalnya sama-sama suka membicarakan orang lain.
Proses terbentuknya Peer Group ini pada awalnya adalah tanpa adanya unsur kesengajaan. Perkenalan terjadi pada waktu Orientasi Kehidupan Kampus, dan pada akhirnya berjalan begitu saja dengan sendirinya tanpa ada struktur organisasi yang jelas. Havinghurst juga mengungkapkan bahwa salah satu ciri dari Peer Group adalah tidak mempunyai struktur organisasi yang jelas. Kelompok sebaya terbentuk secara spontan dan masing-masing anggota mempunyai kedudukan yang sama.
Dengan memiliki kedudukan yang sama, tanpa adanya pemimpin diantara mereka, maka dapat dirasakan adanya sikap kebersamaan satu sama lain. Tetapi dengan tidak adanya pemimpin ini, tidak membuat masing-masing anggota menjadi lebih mandiri tapi justru malah timbul sikap saling ketergantungan.
Di dalam dinamika kelompok, seperti yang diungkapkan oleh Cartwright dan Zander (1968), ada istilah yang disebut kesatuan kelompok. Kesatuan kelompok disebut juga sebagai kekompakkan kelompok (group cohesiveness) yaitu keeratan hubungan, saling ketergantungan dan kekompakkan diantara sesama anggota kelompok.
Dalam kelompok subyek, sikap saling ketergantungan maupun kekompakkan dalam kelompok dapat terlihat jelas.
1. Sikap saling ketergantungan
Sikap ketergantungan yang sering ditunjukkan subyek (Mawar, Bunga dan Aprilia) misalnya seperti jika yang satu tidak ikut suatu kegiatan tertentu maka yang lain juga tidak ikut, kurang percaya diri jika tidak bersama dengan kelompoknya, seperti yang dialami oleh Mawar.
2. Kekompakkan dalam kelompok
Kekompakkan kelompok ini dapat terlihat dalam kesehariannya di kampus, misalnya ke kantin selalu bertiga, ke perpustakaan juga bertiga, kemanapun selalu bertiga sampai tempat duduk sewaktu kuliah pun selalu satu baris.
Karena hal tersebut inilah yang mengakibatkan bahwa kelompok A lebih terlihat kebersamaan dan kekompakkannya daripada permusuhannya. Jika disuruh milih, subyek lebih cenderung untuk memilih hidup mengelompok dengan beberapa teman dekat daripada harus membaur dengan yang lain. Hal ini disebabkan karena dengan memiliki teman dekat, subyek (Mawar, Bunga dan Aprilia) menjadi lebih terbuka satu sama lain, bisa sharing, memperoleh kenyamanan, menjadi lebih diperhatikan, jika ada kebutuhan pertolongan bisa saling membantu, dapat memenuhi segala kebutuhan termasuk tugas-tugas kuliah juga akan sangat terbantu. Alasan-alasan tersebut di atas dapat memenuhi semua kebutuhan masing-masing anggota kelompok A terutama kebutuhan akan kasih sayang (misalnya sebagai tempat curhat, menjadi lebih diperhatikan).
Berdasarkan penelitian White (1975); Shaffer dan Dunn (1982), mula-mula kelompok keluarga adalah kelompok yang terpenting. Sebelum masing-masing anggota kelompok A membentuk Peer Group, keluarga adalah tempat yang terpenting untuk saling berbagi cerita (sharing). Tetapi beberapa waktu kemudian, Peer Group adalah kelompok yang terpenting. Oleh karena itu, masing-masing anggota kelompok A, beranggapan bahwa ternyata Peer Group adalah yang paling penting, sehingga dalam soal sharing, curhat dan lain-lain yang berhubungan dengan kebutuhan kasih sayang, masing-masing anggota kelompok A lebih percaya kepada teman dekatnya.
Meskipun selalu terlihat bersama-sama, kemanapun selalu bertiga, tetapi hubungan sosial antara Peer Group ini dengan out group tetap dapat terjalin dengan baik. Subyek tetap bersedia bekerjasama dengan teman lain dan tetap dapat bertanggung jawab terhadap tugas yang telah diberikan.
BAB VI
KESIMPULAN DAN IMPLIKASI
A. KESIMPULAN
Subyek termasuk dalam kelompok kecil karena anggotanya hanya terdiri dari 3 orang yaitu Mawar, Bunga dan Aprilia. Berdasarkan teori Harvinghurst, latar belakang timbulnya Peer Group ini disebabkan :
1. Adanya perkembangan proses sosialisasi.
Individu mencari kelompok yang sesuai dengan keinginannya, bisa saling berinteraksi satu sama lain dan merasa diterima dalam kelompok.
2. Ingin menemukan dunianya
Individu dapat menemukan dunianya yang berbeda dengan dunia orang dewasa. Mereka mempunyai persamaan pembicaraan di segala bidang. Salah satunya yaitu sama-sama suka membicarakan orang lain.
Masing-masing anggota memiliki kedudukan yang sejajar, tidak ada pemimpin di antara mereka. Dengan tidak adanya pemimpin ini justru membuat masing-masing anggota memiliki sikap ketergantungan. Cartwright dan Zander (1968) mengungkapkan mengenai dinamika kelompok, yang didalamnya terdapat istilah kesatuan kelompok, yaitu kekompakkan kelompok keeratan hubungan dan sikap saling ketergantungan. Yang paling terlihat dalam Peer Group ini :
1. Sikap saling ketergantungan
Yang sering diperlihatkan misalnya jika yang satu tidak ikut suatu kegiatan tertentu maka yang lain juga tidak ikut, kurang percaya diri jika tidak bersama dengan kelompoknya.
2. Kekompakkan dalam kelompok
Yang sering misalnya ke kantin selalu bertiga, ke perpustakaan, ke mushola, kemanapun selalu bertiga, tempat duduk sewaktu kuliah pun selalu satu baris. Karena hal tersebut inilah yang mengakibatkan bahwa Peer Group ini lebih terlihat kebersamaan dan kekompakkannya.
Meskipun selalu terlihat bersama, tetapi hubungan sosial antara Peer Group ini dengan tetap dapat terjalin dengan baik. Subyek tetap bersedia bekerja sama dengan teman lain dan tetap dapat bertanggung jawab terhadap semua tugas kuliahnya jika diharuskan untuk satu kelompok dengan out group.
B. IMPLIKASI
Implikasi dari diadakannya penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Implikasi toritis
a. Penelitian ini dapat menambah khasanah studi pustaka baru bagi ilmu psikologi mengenai kehidupan berkelompok (Peer Group) khususnya pada mahasiswi Psikologi Universitas Negeri Semarang.
b. Penelitian ini diharapkan bermanfaat dan dapat memberikan sumbangan pemikiran ilmiah dalam pengembangan bidang psikologi sosial.
2. Implikasi praktis
a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi pengetahuan bagi orang tua, khususnya yang mempunyai anak remaja yang menjadi salah satu anggota Peer Group, supaya lebih mengawasi anaknya, apa saja yang dilakukan bersama Peer Groupnya itu, agar tidak sampai terpengaruh oleh perbuatan-perbuatan di luar batas kewajaran.
b. Diharapkan pula, hasil penelitian ini juga bisa bermanfaat bagi pembaca semua, sehingga setiap orang dapat mengetahui bagaimana kehidupan Peer Group itu sendiri.
http://one.indoskripsi.com/judul-skripsi-makalah-tentang/fenomena-peer-group
Labels:
Psikologi Anak
Related Articles
11 comments:
-
nice post!
-
maksih infonya semoga bermanfaat
-
Ini makalah ya sob, panjang amat ya. Ane baca2 dulu ya gan, siapa tahu dpt ilmu yg menarik.
-
tulisannya cukup asik untuk di baca...tq
-
ternyata begitu fenomena peer group menarik juga bro
-
It's highly cynical, with its points driven home by a terrific cast, and yet it manages not to be heavy handed or preachy.
-
The new Zune browser is surprisingly good, but not as good as the iPod's. It works well, but isn't as fast as Safari, and has a clunkier interface. If you occasionally plan on using the web browser that's not an issue, but if you're planning to browse the web alot from your PMP then the iPod's larger screen and better browser may be important.
-
artikel yg sangat bermanfaat, makasih sob
-
jadi begitu ya, makasih sob
-
info yg menarik, makasih sob
-
thanks admin,,, bagus bgt shsre nya,,semoga menambah pengetahuan saya
suhump3
Post a Comment
Terima Kasih telah Berkunjung. Blog Berstatus DoFollow.
Para pengurus Makalah Kita Semua Tidak selalu Online untuk memantau Komentar yang Masuk, Jadi tolong berikan Komentar Anda dengan Pantas dan Layak dikonsumsi oleh Publik. NO SPAM, NO SPAM, NO SPAM dan Sejenisnya.