KONSELING GESTALT
Oleh: Eni Hasrita dan Joko Julianto
Konseling Gestalt dikembangkan oleh Frederick S. Pearl (1894-1970). Konseling ini dikembangkan dari sumber dan pengaruh tiga disiplin yang sangat berbeda yaitu psikoanalisis terutama yang dikembangkan oleh Wilhem Reih, Fenomenolohi Exsistensialime Eropa dan Psikologi Gestalt.
Menurut Peart individu itu selalu aktif sebagai keseluruhan individu bukanlah jumlah dari bagian-bagian atau organ-organ semata. Individu yang sehat adalah yang seimbang antara ikatan organisme dengan lingkungan. Asumsi dasar konseling Gestalt adalah bahwa orang dapat mengatasi problemnya sendiri secara efektif.
Terapi Gestalt mengemukakan terori mengenai struktur dan perkembangan kepribadian yang mendasari terapi atau konselingnya, serta sernagkaian eksperimen yang dapat dipergunakan lansung oleh pembacanya.
1. Konsep pokok
Pearl menyatkan bahwa individu dalam hal ini manusia selalu aktif sebagai keseluran. Setiap individu bukan semata-mata penjumlahan bagian-bagian atau organ-organ seperti hati, jantung, otak dan sebagainya, melainkan merupakan suatu koordinasi semua bagian tesebut. Sehat adalah adalah kesimbangan yang layak dalam kepentingan bersama. “saya” dan “engkau” berubah menjadi “kami” dalam suatu ikatan yang baru terbentuk. Pertemuan ini akan menghasilkan perubahan-perubahan baru bila timbul ketidak puasan diantara mereka.
Menurutnya lagi, individu tersiksa oleh kedua kekuatan dari dalam yaitu “top dog” dan “under dog” yang selalu berlomba ingin mengontrolnya. Konflik ini tidak tidak pernah sempurna dan merupakan suatu bentuk penyiksaan diri. Pertentangan antara keberadaan sosial dan biologis merupakan konsep dasar terapi Gestalt.
2. Tujuan Konseling
Menurut teori Gestalt tujuan konseling adalah membantu klien menjadi individu yang merdeka dan berdiri sendiri. Tujuan utama konseling Gestalt adalah untuk meningkatkan proses pertumbuhan klien dan membantu klien mengembangkan potensi manusiawinya. Selain itu ada tujuan lain yaitu:
a. memberi pemahaman pada klien tentang masa sekarang
b. membantnu klien untuk hidup berarti hal ini dapat dicapai jika klien menyadari bahwa dirinya memperbanyak potensi.
c. Membantu individu menemukan pusat didalam dirinya, karena dengan memusatkan pada diri sendiri individu tidak menemukan penyesuaian diri.
d. Pencapaian kesadaran
3. Landasan dan proses konseling Gestalt
a. Prinsip kekinian
b. Prinsip I and you
c. Menggunakan kata aku
d. Meminta klien untuk mengganti pertanyaan menjadi pertanyaan permainan dalam konseling Gestalt.
Proses dan fase konseling
1) Fase I : Membentuk pola terapentik agar terjadi situasi yang di inginkan perubahan perilaku klien.
2) Fase II : Pengawasan, yaitu usaha konselor untuk meyakinkan klien untuk menikuti prosedur konseling.
3) Fase III : Mendorong klien untuk mengungkapkan perosaan dan kecemasannya didalam fase ini diusahakan untuk menemukan aspek-aspek kepribadian klien yang hilang.
4) Fase IV : Setelah pemahaman dari maka fase ini klien harus sudah melalui kepribadian.
4. Pemainan dalam konseling Gestalt
a. Permainan dalam dialog
Klien harus berfungsi dalam bagian dari pribadinya dan membentuk dialog antara bagian-bagian pribadi tersebut.
b. Berkeliling.
Klien diminta untuk mengenali pernyataan tentang dirinya sendiri atau perasaannya dengan tambahan pernyataan “saya bertanggung jawab atas hal ini”.
c. Permaian proyeksi
Jika seorang kliendiminta untuk mengekspresikan suatu presepsi yang berupa proyeksi, klien diminta untuk memainkan peran orang yang bermsalah dalam proyeksinya untuk menemukan konflik dalam bidang tersebut. Orang yang bermasalah dalam proyeksinya untuk menemukan konflik dalam bidang tersebut.
d. Permainan kebalikan
Klien diminta untuk memainkan peran yang berlawanan dengan tingkah lakunya yang tampak. Tujuannya adalah supaya klien dan mengadakan hubungan dengan aspek yang lain dari dirinya.
5. Tehnik-tehnik yang bisa digunakan dalam konseling Gestalt (Sherzer dan Stones, 1980) adalah antara lain:
a. Enhancing Awarenesis, yaitu klien dibantu untuk berada pada pengalamannya sekarang secara sadar.
b. Personality Pronouns, yaitu klien meningkatkan kesadaran pribadinya.
c. Changing Question to statemens, yaitu mendorong klien untuk menggunakan pernyataan-pernyataaan dari pada pernyataan yang mendorong untuk mengekspresikan dririnya dan bertanggungjawab bagi komunikasinya.
d. Assuming responsiblelity, yaitu klien diminta untuk mengalihkan penggunaan kata “won’t” untuk “can’t” atau “tidak ingin” untuk “tidak dapat”.
e. Asking “how” and “what”, atau bertanya “bagaimana” dan “apa”. Bertanya “mengapa” dapat lebih membaca kearah aktualisasi daripada mengalami dan memahami “bagaimana dan apa” menjadikan individu masuk kedalam pengalaman prilakunya sendiri.
f. Sharing husches, yaitu mendorong klien untuk mengekplorasi diri dengan menanamkan tilikkan seperti “I see” atau “I image” atau “saya lihat” atau “saya dapat bayangkan”
g. Exspresing resentments and appreciations, yaitu membantu klien untuk mengidentifikasi dan menyatakan keadaan dan penghargaan dirinya.
Reference:
Prof. DR. H. Mohamad Surya. 2003. Teori-Teori Konseling. Pustaka bani Quraisy:
Matt Jarvis. 2007. Teori-Teori Psikolagi. Penerbit Nusamedia:
Oleh:
Eni Hasrita
Joko Julianto
Dosen Pembimbing: Hafani, S.Sosi
J U R U S A N D A K W A H
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
(STAIN) BENGKULU
2009
1 Comments
